beritax.id – Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Mohammad Novrizal, menyatakan bahwa pembahasan RUU TNI di DPR tidak memenuhi syarat carry over sebagaimana diatur UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Pernyataan itu ia sampaikan dalam sidang pengujian formal UU Nomor 3 Tahun 2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/7/2025).
Menurut Novrizal, tidak ada dokumen tertulis atau Surat Keputusan DPR yang bisa dijadikan dasar pembenaran bahwa pembahasan RUU TNI merupakan bagian dari mekanisme carry over. Ia juga menegaskan bahwa RUU TNI belum memasuki tahapan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada periode keanggotaan DPR sebelumnya, yang menjadi syarat mutlak carry over dalam Pasal 71A UU P3.
RUU TNI Dilanjut, Demokrasi Ditinggalkan Demi Kepentingan Oligarki Kekuasaan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyebut bahwa paksaan untuk melanjutkan pembahasan RUU TNI tanpa syarat sah merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat demokrasi. “UU ini tak punya kaki hukum. Yang jalan bukan prosedur, tapi keinginan pejabat. Demokrasi makin ditinggal,” tegasnya.
Partai X menilai bahwa pembentukan undang-undang yang terburu-buru dan menabrak prosedur memperlihatkan betapa lembaga legislatif telah menjauh dari peran representatifnya sebagai wakil rakyat. Justru, DPR semakin tampak sebagai pelayan kekuasaan yang terburu-buru mengejar legalitas kebijakan, bukan substansi keadilan hukum.
Pemerintah Harus Lindungi, Layani, dan Atur Sesuai Konstitusi
Partai X kembali mengingatkan bahwa pemerintah, sebagai bagian kecil dari rakyat yang diberi mandat, harus menjalankan tugas utamanya: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil dan transparan. Pemerintah bukan pemilik negara. Ia hanyalah sopir dalam bus demokrasi, bukan pemilik bus. Arah negara harus tetap ditentukan oleh rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
“Kalau RUU ini dipaksa lanjut tanpa dasar, maka yang dilindungi bukan rakyat, tapi hasrat kuasa,” ujar Rinto Setiyawan.
Solusi Partai X: Demokrasi Harus Berakar pada Kebenaran Prosedural
Sebagai solusi, Partai X menawarkan langkah penyembuhan kebangsaan melalui amandemen kelima UUD 1945 untuk mengembalikan kedaulatan kepada rakyat. Di saat yang sama, transformasi hukum dan reformasi birokrasi harus dijalankan dengan pendekatan sistem kepakaran dan digitalisasi proses legislasi. “Hukum harus berpijak pada nilai, bukan sekadar mayoritas suara pejabat,” terang Rinto.
Dalam kerangka Sekolah Negarawan X-Institute, pendidikan berbasis integritas dan kepemimpinan visioner menjadi fondasi untuk menyiapkan kader bangsa. Kepemimpinan yang terbentuk haruslah bersandar pada moralitas dan keberpihakan kepada konstitusi, bukan kekuasaan.
Negara ini tak bisa dikelola oleh birokrat prosedural tanpa visi keadilan. Indonesia butuh negarawan: pribadi yang mengerti perbedaan antara negara dan pemerintah, antara mandat rakyat dan keinginan pejabat. Jika RUU TNI dipaksakan tanpa landasan sah. Maka bukan hanya hukum yang dikorbankan, tetapi juga harapan rakyat terhadap demokrasi yang adil dan beradab.