beritax.id – Pernahkah Anda menerbitkan Faktur Pajak tanpa menyertakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang seharusnya ada? Hati-hati, karena hal ini termasuk dalam kategori Faktur Pajak tidak lengkap dan bisa berujung pada sanksi denda yang signifikan. Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), memahami aturan terkait Faktur Pajak adalah keharusan, terutama dengan akan beroperasinya Coretax System yang baru. Kesalahan kecil seperti ini bisa berdampak besar pada kepatuhan pajak Anda.
Apa Itu Faktur Pajak Tidak Lengkap?
Faktur Pajak dianggap tidak lengkap jika tidak diisi secara penuh, jelas, dan benar, serta tidak memuat keterangan yang diwajibkan. Beberapa contohnya meliputi:
- Tidak mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP).
- Untuk transaksi dengan pembeli orang pribadi yang tidak punya NPWP, tidak mencantumkan NIK (bagi WNI) atau nomor paspor (bagi WNA) pada kolom NPWP pembeli sesuai format yang ditentukan.
- Keterangan lain yang diatur dalam peraturan perpajakan terkait faktur pajak tidak terpenuhi.
Ketentuan mengenai informasi yang wajib ada dalam Faktur Pajak ini diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) dan diperinci lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 (dan perubahannya, PER-11/PJ/2022) tentang Faktur Pajak. Khususnya, Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 menegaskan bahwa NIK atau nomor paspor wajib dicantumkan untuk pembeli orang pribadi yang tidak ber-NPWP.
Berapa Dendanya?
Jika PKP menerbitkan Faktur Pajak yang tidak lengkap, sanksi administrasi yang menanti adalah denda sebesar 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Dasar hukum sanksi ini dapat ditemukan pada Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), tepatnya Pasal 14 ayat (1) huruf e dan Pasal 14 ayat (4). Perlu diketahui bahwa ketentuan sanksi ini telah mengalami penyesuaian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dan kemudian dikuatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebelumnya, denda yang dikenakan adalah 2% dari DPP.
Dampak Lainnya: PPN Masukan Tidak Bisa Dikreditkan
Selain denda bagi PKP penjual, Faktur Pajak yang tidak lengkap juga berdampak pada PKP pembeli. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan. Ini berarti PKP pembeli tidak bisa mengurangi PPN Keluaran mereka dengan PPN yang seharusnya sudah mereka bayar, sehingga berpotensi menyebabkan kerugian finansial.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f UU PPN.
Implementasi Sanksi dan Deteksi di Coretax System yang Baru
Dengan diperkenalkannya Coretax System, penerapan aturan mengenai Faktur Pajak tidak lengkap dan sanksinya akan mengalami perubahan signifikan, terutama dalam hal deteksi dan validasi. Coretax System dirancang untuk mengintegrasikan dan mengotomatisasi seluruh proses bisnis perpajakan, yang akan memengaruhi bagaimana pelanggaran tersebut dideteksi dan ditindaklanjuti.
Validasi Data yang Lebih Ketat di Muka (Pre-validation):
Coretax System akan melakukan validasi data secara real-time atau near real-time saat PKP memasukkan data untuk membuat Faktur Pajak. Jika elemen penting seperti NIK atau NPWP pembeli yang wajib diisi ternyata kosong, tidak sesuai format, atau tidak valid (misalnya NIK tidak terdaftar di database DJP), sistem kemungkinan besar akan menolak penerbitan Faktur Pajak atau memberikan peringatan keras. Hal ini diharapkan dapat meminimalkan penerbitan Faktur Pajak yang tidak lengkap sejak awal.
Integrasi Data dan Deteksi Otomatis yang Cepat:
Coretax System mengintegrasikan seluruh data perpajakan wajib pajak, termasuk Faktur Pajak Keluaran (dari penjual) dan Faktur Pajak Masukan (dari pembeli). Dengan integrasi ini, DJP akan lebih mudah dan cepat mendeteksi ketidaksesuaian atau ketidaklengkapan data Faktur Pajak secara otomatis. Misalnya, jika PKP penjual menerbitkan Faktur Pajak tanpa NIK/NPWP yang seharusnya ada, dan pembeli mencoba mengkreditkan PPN Masukan dari Faktur Pajak tersebut. Sistem dapat langsung mengidentifikasi ketidaklengkapan dan ketidakvalidan data tersebut.
Proses Penjatuhan Sanksi yang Lebih Efisien:
Setelah Faktur Pajak terdeteksi tidak lengkap, Coretax System dapat memicu proses penjatuhan sanksi secara lebih otomatis. Data yang dibutuhkan untuk menghitung denda (1% dari DPP) sudah tersedia dan terintegrasi dalam sistem. Meskipun proses penagihan denda tetap melalui tahapan administrasi (penerbitan Surat Ketetapan Pajak/Surat Tagihan Pajak). Deteksi dan perhitungan awal dapat dilakukan lebih cepat dan akurat oleh sistem.
Dampak Otomatis pada Pengkreditan PPN Masukan:
Jika Faktur Pajak yang diterima oleh PKP pembeli terindikasi tidak lengkap, Coretax System, dengan validasi dan integrasi datanya. Akan lebih mudah dan cepat menolak pengkreditan PPN Masukan dari Faktur Pajak tersebut. Hal ini akan mencegah PKP pembeli mengkreditkan PPN yang tidak seharusnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f UU PPN.
Peningkatan Pengawasan dan Kepatuhan:
Secara keseluruhan, Coretax System bertujuan untuk meningkatkan pengawasan dan kepatuhan wajib pajak secara signifikan. Dengan validasi yang lebih ketat di awal, deteksi otomatis yang cepat, dan integrasi data menyeluruh. Wajib pajak diharapkan akan lebih cermat dan patuh dalam menerbitkan Faktur Pajak yang lengkap dan benar. Tujuan utamanya adalah meminimalkan kesalahan dan pelanggaran pajak melalui sistem yang terotomatisasi dan transparan.
Kesimpulan
Memastikan setiap Faktur Pajak diterbitkan dengan lengkap, jelas, dan benar adalah kewajiban mutlak bagi setiap PKP. Ketidakpatuhan, sekecil apa pun itu, bisa berujung pada sanksi denda dan kerugian pajak lainnya. Dengan kehadiran Coretax System, kepatuhan ini menjadi lebih krusial karena sistem akan secara proaktif memvalidasi data dan mendeteksi ketidaksesuaian. Selalu perbarui pemahaman Anda tentang peraturan perpajakan terkini dan beradaptasi dengan sistem baru untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Semoga informasi ini bermanfaat dan memberikan kejelasan bagi Anda dalam menerbitkan Faktur Pajak di era sistem perpajakan yang baru.
Oleh : Dharmawan, SE.SH.MH.BKP,CCL.
Sekjen Perkumpulan Profesi Pengacara, Praktisi Pajak Indonesia (P5I) dan Pembina Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)
Email: [email protected]
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.