beritax.id – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan memindahkan 100 narapidana berisiko tinggi asal Sumatera Utara ke Nusakambangan. Proses pemindahan dilakukan pada Sabtu (14/6) dengan pengawalan ketat 200 personel keamanan. Para narapidana tersebut akan ditahan di lembaga pemasyarakatan dengan pengamanan super maksimum.
Langkah ini diklaim sebagai bagian dari akselerasi pemberantasan narkoba dan penyalahgunaan telepon genggam dalam lapas, yang menjadi prioritas Menteri Imipas Agus Andrianto. Pemindahan tersebut dilakukan untuk mendukung tujuan sistem pemasyarakatan dalam mendorong perubahan perilaku warga binaan.
Partai X Kritik Ketimpangan Penegakan Hukum
Menanggapi pemindahan ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menilai bahwa pemerintah hanya sibuk mengurung napi kecil tapi lalai terhadap kejahatan kelas atas. “Rakyat kecil langsung diborgol dan dibuang ke pulau, tapi koruptor berdasi masih bebas menikmati hasil curiannya,” ujar Rinto.
Menurut Partai X, sistem pemasyarakatan harus seimbang antara pembinaan warga binaan dan ketegasan terhadap kejahatan struktural yang melibatkan pejabat publik. Saat napi narkoba dipindahkan dengan operasi militer, koruptor negara masih bisa bernegosiasi lewat pengacara dan celah hukum.
Prinsip Penegakan Hukum Harus Non-Diskriminatif
Partai X mengingatkan, tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Namun, bila hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, maka prinsip itu telah dicederai. Negara harus hadir dengan prinsip kesetaraan hukum tanpa pandang jabatan maupun kekuasaan.
“Kenapa napi narkoba dipindahkan dengan alasan membahayakan sistem? Bukankah korupsi pejabat lebih membahayakan negara dan masa depan rakyat?” tegas Rinto.
Solusi Partai X: Reformasi Pemasyarakatan dengan Sistem Kepakaran dan Kepemimpinan Negarawan
Partai X menilai bahwa pemindahan narapidana ke lapas super maksimum belum menyentuh akar masalah. Solusi jangka panjang membutuhkan reformasi menyeluruh terhadap sistem pemasyarakatan, bukan sekadar pemindahan tempat. Oleh karena itu, Partai X mendorong penerapan Sistem Kepakaran dalam pengelolaan lembaga pemasyarakatan. Dengan pendekatan ini, penilaian terhadap napi tidak hanya berbasis administratif, tetapi menggunakan metode ilmiah multidisipliner yang adil, objektif, dan transparan.
Selain itu, Partai X mengusulkan agar Sekolah Negarawan dilibatkan dalam pelatihan petugas lapas dan manajemen pengamanan. Pendekatan ini penting untuk membentuk aparatur yang tidak sekadar represif, tetapi juga mengedepankan kepemimpinan bermoral dan berkebangsaan tinggi.
Rinto Setiyawan menegaskan bahwa pemasyarakatan bukan sekadar tempat mengurung, tetapi ruang pembinaan untuk kembali ke masyarakat. “Kalau yang dikurung hanya fisiknya, tapi sistem dan pejabat pembinanya tetap korup, maka negara sedang gagal,” tutupnya. Ia menuntut agar reformasi menyeluruh terhadap sistem peradilan dan pemasyarakatan dijalankan, demi mewujudkan hukum yang berkeadilan dan berpihak pada rakyat.