beritax.id – Komisi II DPR RI menyatakan terbuka terhadap revisi Undang-Undang Pemerintahan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Langkah ini dipicu polemik pengalihan empat pulau dari Kabupaten Aceh Singkil ke wilayah administrasi Sumatera Utara.
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizami Karsayuda, menyebut bahwa kajian ulang oleh Kemendagri akan jadi dasar evaluasi. Ia mengatakan DPR akan memanggil semua pihak jika revisi dianggap perlu untuk memastikan status empat pulau tersebut secara hukum.
Partai X: Suara Warga Tak Pernah Jadi Prioritas
Menanggapi wacana ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyebut negara tidak boleh hanya berdebat soal administrasi. “Empat pulau ini bukan sekadar titik peta. Di sana ada rakyat, sejarah, dan identitas yang tak boleh diabaikan,” ujarnya.
Prayogi menilai pemerintah pusat gagal dalam mendengar aspirasi warga lokal. “Apa gunanya revisi UU jika rakyat sebagai subjek wilayah itu tidak dilibatkan dari awal?” tegasnya. Ia menyebut proses ini harus diawali dengan partisipasi penuh masyarakat Aceh dan transparansi penuh negara.
Prinsip Partai X: Lindungi, Layani, Atur dengan Keadilan
Partai X mengingatkan kembali bahwa tugas negara bukan sekadar mengatur, tetapi juga melindungi dan melayani rakyat.
Pemindahan empat pulau tanpa partisipasi warga mencederai semangat demokrasi dan keadilan wilayah.
Dalam dokumen prinsipnya, Partai X menegaskan bahwa pemerintahan yang baik harus berbasis pada hak rakyat untuk didengar, bukan hanya peta kekuasaan. Kebijakan strategis seperti penetapan wilayah administrasi harus melalui musyawarah publik, bukan sekadar rapat tertutup kementerian.
Solusi Partai X: Dialog Rakyat Lewat Sekolah Negarawan
Sebagai solusi, Partai X mendorong pembentukan forum dialog antardaerah yang melibatkan masyarakat lokal. Forum ini dapat digerakkan melalui Sekolah Negarawan sebagai ruang dialog kebijakan berbasis etika, sejarah, dan data warga.
“Negara harus belajar dari luka masa lalu. Jangan ada lagi keputusan pusat yang dibuat tanpa memahami denyut lokal,” kata Prayogi. Ia menegaskan bahwa Sekolah Negarawan mendorong pendekatan kebijakan berbasis empati, bukan kekuasaan administratif.
Partai X menyerukan agar suara masyarakat Aceh menjadi titik awal evaluasi kebijakan ini. “Empat pulau bisa diperdebatkan, tapi empat juta suara rakyat tak boleh dibungkam,” ujar Prayogi. Ia juga mendesak revisi UU bukan jadi alat legitimasi perubahan sepihak, tetapi jalan menuju keadilan wilayah dan demokrasi substantif.