beritax.id – Eks Staf Khusus Mendikbud Ristek era Nadiem Makarim, Fiona Handayani, diperiksa Kejaksaan Agung selama 13 jam. Pemeriksaan tersebut terkait dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook tahun 2019–2022 senilai hampir Rp9,9 triliun.
Fiona keluar dari Gedung Bundar Jampidsus Kejagung pada pukul 22.55 WIB dan memilih bungkam. Ia menyerahkan semua pernyataan kepada kuasa hukumnya. Meski sempat tersenyum ke awak media, Fiona tak menyampaikan sepatah kata pun. Pemeriksaan terhadapnya disebut belum selesai karena penyidik masih mendalami sejumlah fakta.
Partai X: Diamnya Saksi Hanya Menambah Kecurigaan Publik
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa diam bukanlah bentuk penghormatan hukum, tapi justru sinyal ketertutupan. “Kalau tak ada yang disembunyikan, kenapa harus bungkam? Ini bukan sekadar etika hukum, tapi soal akuntabilitas publik,” tegas Rinto.
Menurutnya, proyek yang menggunakan uang rakyat harus dijelaskan ke rakyat. Proyek digitalisasi pendidikan bukan ajang bisnis para pejabat, apalagi jika dilakukan di balik layar.
Prinsip Partai X: Pendidikan Bukan Komoditas, Tapi Tanggung Jawab Negara
Partai X mengingatkan bahwa pendidikan adalah mandat konstitusi, bukan ruang korupsi. Proyek Chromebook yang mencapai nyaris Rp10 triliun harus diaudit menyeluruh. Apalagi, hasilnya masih menyisakan banyak pertanyaan, baik dari sisi kualitas perangkat maupun efektivitas pemanfaatan.
Menurut prinsip Partai X, keadilan sosial dalam pendidikan harus dimulai dari transparansi kebijakan.
Pengadaan perangkat pendidikan tidak boleh diserahkan kepada pasar, apalagi jika dipaksakan dengan narasi teknologi tanpa kesiapan infrastruktur.
Solusi Partai X: Audit Publik dan Keterlibatan Komunitas Sekolah
Partai X mendorong langkah konkret untuk menertibkan proyek digitalisasi pendidikan:
- Audit menyeluruh pengadaan Chromebook oleh BPK dan lembaga independen.
- Libatkan guru dan komunitas sekolah dalam evaluasi manfaat perangkat.
- Hentikan proyek teknologi pendidikan jika hanya menjadi beban pemborosan.
- Kembalikan pengadaan berbasis kebutuhan daerah, bukan pesanan pusat.
Digitalisasi pendidikan tidak boleh jadi proyek mercusuar. Rakyat butuh akses belajar yang adil, bukan alat mahal yang terbengkalai.
Partai X mengingatkan pentingnya mencetak pemimpin yang tak tergoda proyek besar tanpa akal sehat. Sekolah Negarawan yang dikelola Partai X melatih pemimpin publik untuk paham bahwa kejujuran dan keberpihakan kepada rakyat jauh lebih penting dari narasi modernisasi palsu.
Bagi Partai X, diam di tengah kasus korupsi pendidikan adalah bentuk pengkhianatan terhadap masa depan bangsa. Jangan biarkan teknologi menjadi topeng untuk mengelabui publik. Yang dibutuhkan bangsa ini bukan senyum diam saat ditanya hukum, tapi keberanian mengungkap yang sesungguhnya.