beritax.id – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh OECD. Proyeksi itu menunjukkan pertumbuhan hanya 4,7 persen pada 2025 dan 4,8 persen pada 2026.
Airlangga menyebut pemerintah akan fokus menjaga daya beli masyarakat melalui lima paket stimulus ekonomi. Stimulus tersebut termasuk diskon transportasi, bantuan sosial, subsidi upah, serta potongan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja.
Airlangga menyebut pelemahan ekonomi juga dialami negara lain akibat perang tarif dan ketatnya keuangan global. Ia mengutip pernyataan WTO bahwa pertumbuhan global akan turun hingga 0,7 persen di banyak negara.
Namun ia menilai pemerintah telah mengambil langkah serupa dengan negara OECD lain untuk meredam pelemahan konsumsi domestik. Paket stimulus diklaim sebagai penopang industri padat karya dan penyelamat daya beli.
Partai X: Masalahnya Bukan Paket, Tapi Sistem yang Lumpuh
Menanggapi pernyataan itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyatakan kritik tajam. “Ini bukan soal paket. Ini soal pemerintah yang kehilangan arah. Negara hanya sibuk jaga wajah,” ujarnya.
Prayogi mengingatkan, tugas negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat. Bukan mengatur citra dan mencari alasan atas kegagalan menjaga stabilitas ekonomi. “Kalau rakyat makin susah beli sembako, stimulus cuma jadi bedak penutup borok,” tambahnya.
Prinsip Partai X menegaskan, rakyat adalah pemilik kedaulatan negara. Pemerintah adalah pelayan, bukan penguasa. Jika daya beli jatuh, bukan rakyat yang gagal, tapi negara yang tidak tahu cara melayani.
Paket stimulus tanpa reformasi sistem hanya akan memperpanjang ketergantungan rakyat. Solusi tambal sulam tidak akan menyelesaikan akar persoalan ekonomi, terutama di sektor riil dan UMKM.
Solusi Partai X: Reformasi Sistem, Bukan Retorika Stimulus
Partai X menyampaikan sembilan langkah pemulihan ekonomi secara struktural.
Pertama, amandemen kelima UUD 1945 untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi ke tangan rakyat.
Kedua, reformasi birokrasi ekonomi berbasis intelligent operations platform (IOP) dan sistem pakar.
Ketiga, transformasi anggaran berbasis produktivitas rakyat, bukan konsumsi jangka pendek.
Keempat, penguatan UMKM dengan ekosistem digital nasional dan insentif berbasis skala usaha.
Kelima, realokasi subsidi tepat sasaran berdasarkan data by name by address.
Sekolah Negarawan: Cetak Pemimpin yang Berpikir Sistemik, Bukan Populis
Partai X menilai krisis kepemimpinan adalah akar persoalan. Maka, X-Institute membentuk Sekolah Negarawan sebagai institusi pencetak pemimpin visioner dan solutif. Pemimpin harus menguasai ilmu kenegaraan, bukan hanya pandai memoles opini publik.
Sekolah ini menanamkan nilai Pancasila sebagai dasar berpikir, bersikap, dan bertindak. Bukan sekadar dijadikan slogan di pidato kabinet. Sekolah Negarawan melahirkan pejabat yang jujur, berpihak kepada rakyat, dan bebas dari kepentingan kelompok sesaat.
Partai X menekankan bahwa menjaga daya beli bukan soal promo jangka pendek. Tapi soal keberpihakan sistemik terhadap pendapatan, akses modal, dan ketersediaan barang pokok. Negara harus berhenti jadi manajer kepentingan asing.
“Kalau OECD bilang ekonomi kita melambat, lalu pemerintah hanya sibuk diskon, itu tanda pemerintah kehilangan kompas,” tutup Prayogi.