beritax.id – Pemerintah kerap menyuarakan keadilan sosial dalam berbagai program bantuan dan subsidi. Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Ketimpangan melebar. Bantuan salah sasaran. Dan rakyat kecil tetap terpinggirkan. Seharusnya kebijakan sosial adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai program dan regulasi yang menyentuh aspek-aspek kehidupan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan perlindungan sosial.
Diana Isnaini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, menegaskan bahwa negara ini gagal memahami tugas utamanya.
“Tugas negara itu tiga loh,” katanya. “Melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.” Namun dalam praktiknya, negara justru lebih sibuk mengatur narasi ketimbang menata realitas.
Diana menyampaikan bahwa rakyat hari ini hanya jadi objek statistik dalam laporan kinerja pejabat. “Mereka tidak benar-benar dilindungi,” ujarnya. Regulasi sosial hanya menjadi alat legitimasi kekuasaan, bukan jalan mewujudkan keadilan. Program jaminan sosial banyak yang tak menyentuh akar masalah.
Akibatnya, rakyat miskin tetap miskin. Lapangan kerja tetap sempit. Pelayanan kesehatan dan pendidikan makin jauh dari jangkauan rakyat. Semua dibalut jargon pro-rakyat, tapi kosong isi.
Kebijakan Sosial: Keadilan Tak Akan Tercapai Tanpa Rakyat Sebagai Pemilik Negara
Partai X memandang, kegagalan kebijakan sosial tidak terlepas dari struktur negara yang keliru. Pasca Amandemen Ketiga UUD 1945, rakyat kehilangan kendali atas arah negara. “Kedaulatan rakyat diserahkan kepada teks, bukan perwakilan rakyat,” ujar Diana.
Kini, rakyat dianggap pelengkap sistem. Bukan penentu kebijakan. Pemerintah merasa sebagai pemilik negara. Padahal sejatinya, rakyat adalah pemilik dan pemegang kedaulatan. Pemerintah hanyalah pelaksana mandat.
Solusi Partai X: Amandemen Kelima dan Pemulihan Fungsi Rakyat
Partai X menawarkan solusi struktural melalui Amandemen Kelima UUD 1945. Tujuannya adalah mengembalikan rakyat sebagai pemilik sah negara. Sehinnga pemerintah harus kembali tunduk pada amanat rakyat melalui sistem perwakilan yang sejati.
“Pemerintah bukanlah negara. Pemerintah hanyalah sopir bus, rakyatlah pemilik bus,” tegas Diana. Dengan perubahan konstitusi, rakyat tidak hanya diberi suara, tapi kuasa. Kebijakan sosial pun akan berbasis pada kebutuhan nyata rakyat.
Selain itu, Partai X menegaskan pentingnya reformasi hukum dan birokrasi berbasis kepakaran. “Kami siapkan peta jalannya,” kata Diana. Sistem harus dibangun agar kebijakan sosial dijalankan secara efisien, transparan, dan adil.
Sekolah Negarawan: Cetak Pemimpin yang Mengabdi, Bukan Memperalat
Untuk menjamin keberlanjutan perubahan, Partai X membangun Sekolah Negarawan melalui X-Institute. Sekolah ini menyiapkan generasi yang sadar peran untuk kedepannya. Yang siap menjadi pelayan rakyat, bukan penguasa rakyat.
“Negarawan itu bukan jabatan, tapi jiwa,” ucap Diana. Sekolah ini mengajarkan nilai Pancasila, integritas, dan kepemimpinan berbasis hikmat. Bukan sekadar strategi, tapi etika dalam bernegara.
Partai X menyerukan agar rakyat tidak lagi dibohongi oleh slogan keadilan sosial yang kosong makna. Keadilan hanya bisa terwujud jika rakyat diberi peran substantif, bukan simbolik.
“Jangan biarkan rakyat terus jadi objek belas kasihan,” tutup Diana. “Rakyat adalah raja. Negara harus bekerja untuk mereka, bukan sebaliknya.”