beritax.id – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi kritik terhadap gaya kerjanya yang kerap dianggap hanya berorientasi pada konten media sosial. Dalam pidatonya di Hari Kebangkitan Nasional di Lapangan Gasibu, Selasa (20/5), ia menyebut lebih baik disebut “Gubernur Konten” daripada menjadi pemimpin pasif yang tidak menyentuh langsung persoalan rakyat.
Dedi menyatakan, bantuan yang ia bagikan kepada warga tidak berasal dari APBD Jawa Barat. Menurutnya, dana bantuan itu ia peroleh dari hasil monetisasi konten pribadi di platform digital seperti YouTube.
Dalam pidatonya, Dedi menegaskan bahwa kepemimpinan harus menyentuh langsung masyarakat. Ia menyindir gaya pemimpin yang hanya bergantung pada protokol atau gemar melakukan kunjungan ke luar negeri tanpa manfaat nyata bagi rakyat.
Partai X: Bukan Soal Bagi-Bagi Uang, Tapi Soal Perbaikan Sistem Secara Menyeluruh
Menanggapi fenomena ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyatakan bahwa bantuan sosial dari pribadi pemimpin bukanlah solusi sistemik. Menurutnya, gaya berbagi yang mengandalkan konten digital dan sumber pribadi tidak bisa menggantikan fungsi kebijakan publik.
“Kalau serius membela rakyat, jangan berhenti di konten. Perbaiki sistemnya!” tegas Prayogi. Ia menambahkan, persoalan sosial tidak bisa diselesaikan lewat aksi simbolik, melainkan dengan reformasi birokrasi dan distribusi anggaran yang adil.
Negara Harus Melindungi, Melayani, dan Mengatur Rakyat Secara Struktural, Bukan Personal
Prayogi menegaskan bahwa negara tidak boleh digerakkan oleh niat personal semata, sebaik apapun niat itu. Pemerintah adalah sistem, bukan panggung perorangan. Gubernur bukan tokoh amal, tapi pemegang mandat sistemik untuk menata pelayanan dan keadilan sosial.
“Kalau pemimpinnya sakit atau berhenti, apakah bantuan juga berhenti? Sistem tidak boleh digantungkan pada satu figur,” ujar dia.
Partai X percaya bahwa negara adalah alat rakyat, dan pemimpin hanyalah pengelola amanah.
Jika bantuan untuk rakyat tergantung dari gaji pribadi atau penghasilan pribadi pejabat, maka sistem pelayanan publik telah gagal.
Kebijakan publik harus memastikan bahwa semua warga mendapatkan haknya tanpa menunggu donasi dari pejabat viral.
Solusi Partai X: Bangun Sistem Sosial yang Berkeadilan dan Tidak Bergantung pada Figur
Partai X menawarkan solusi konkret agar keberpihakan kepada rakyat tidak berhenti pada gaya individu:
- Reformasi sistem distribusi bansos agar tepat sasaran dan transparan.
- Bangun mekanisme anggaran partisipatif di tingkat provinsi dan desa.
- Wajibkan pelaporan bantuan individu yang memanfaatkan jabatan publik.
- Tingkatkan peran koperasi rakyat dalam jaringan sosial pemerintah daerah.
- Lindungi kelompok rentan melalui kebijakan permanen, bukan aksi viral.
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X mendidik calon pemimpin untuk tidak menjadikan publikasi pribadi sebagai sumber legitimasi. Kepemimpinan sejati diukur dari keberanian membenahi sistem, bukan sekadar menolong saat kamera menyala.
Partai X menegaskan, bantuan berbasis konten tidak bisa menggantikan kebijakan publik. Jika negara gagal membangun sistem kesejahteraan, maka rakyat akan terus bergantung pada figur, bukan hukum. Saatnya berhenti mempersonalisasi kebijakan, dan mulai membangun sistem yang adil dan merata.