beritax.id – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Banten menanggapi serius rencana pembinaan anak bermasalah melalui barak militer. Ketua Komnas PA Banten Hendry Gunawan menegaskan, pendekatan ini harus tetap menjunjung tinggi prinsip perlindungan anak.
Komnas PA menghargai kepedulian Pemerintah Provinsi Banten, namun mengingatkan bahwa pembinaan anak tidak boleh dilakukan secara represif. Hal itu disampaikan menanggapi wacana Wagub Banten A. Dimyati Natakusumah yang mengusulkan fasilitas militer sebagai lokasi pembinaan anak.
Menurut Hendry, pembinaan anak harus berbasis pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan individual, bukan dilakukan secara seragam. Ia menekankan pentingnya asesmen psikologis yang komprehensif sebelum program dijalankan.
Komnas PA juga menyarankan penguatan lembaga pembinaan, edukasi parenting, serta partisipasi aktif keluarga dalam proses pemulihan anak. Monitoring pasca-pembinaan dan jaminan pendidikan anak juga harus menjadi perhatian utama dalam kebijakan ini.
Partai X: Negara Tidak Boleh Gagal Memahami Fungsi Pendidikan
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa pendidikan tidak boleh disamakan dengan militerisasi. “Kalau anak nakal dibawa ke barak, lalu siapa yang gagal? Keluarga atau negara?” tegasnya.
Prayogi mengingatkan bahwa tugas pemerintah adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Dalam hal ini, pendekatan pendidikan harus bersifat membangun, bukan menundukkan.
Partai X menilai bahwa pembinaan berbasis militer dapat merusak hak tumbuh-kembang anak dan mengabaikan prinsip keadilan sosial. Negara seharusnya hadir dengan strategi pendidikan, bukan ancaman penaklukan.
Partai X memandang bahwa negara harus hadir dengan kebijakan berbasis cinta, bukan ketakutan. Pemerintah adalah pelayan rakyat, bukan penguasa atas anak-anak bangsa.
Pendidikan anak bermasalah tidak boleh dilandasi stigma dan pendekatan kekerasan struktural. Mereka butuh kasih, bukan komando. Mereka butuh dialog, bukan disiplin tempur.
Jika pemerintah gagal membedakan fungsi pendidikan dan fungsi militer, maka negara sedang kehilangan arah. Ini bukan soal penegakan, tapi soal masa depan manusia.
Solusi Partai X: Pendidikan Rehabilitatif, Inklusif, dan Berbasis Karakter
- Asesmen Psikososial Terpadu Sebelum Pembinaan Anak
Negara wajib menyediakan asesmen psikologis dan sosial untuk mengetahui akar perilaku menyimpang anak. - Program Rehabilitasi Karakter Berbasis Sekolah dan Komunitas
Pendidikan harus berbasis nilai, dengan melibatkan sekolah, komunitas lokal, dan tokoh adat atau agama. - Revitalisasi Puspaga dan Layanan Konseling Publik
Pemerintah daerah wajib memperkuat Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan layanan konseling anak secara gratis.
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X mendorong lahirnya pemimpin yang memahami pentingnya hak anak sebagai bagian kedaulatan rakyat. Sekolah ini melatih calon pemimpin untuk menghadirkan kebijakan yang manusiawi, bukan militeristik.
Pemimpin masa depan harus paham bahwa pendidikan adalah alat penyelamat, bukan alat pengendali. Anak-anak tidak boleh dijadikan korban kebijakan instan berbasis kemarahan atau kegagalan birokrasi.
Partai X menutup dengan seruan tegas: Pemerintah harus berpikir ulang. Barak bukan tempat membentuk jiwa anak. Hati mereka tak bisa dicetak dengan senapan. Masa depan mereka hanya bisa dibentuk lewat dialog, cinta, dan pendidikan yang membebaskan.