beritax.id – Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas melempar wacana pembentukan Omnibus Law Kebudayaan. Hal ini disampaikan saat kunjungan ke Museum Rudana, Ubud, dalam peringatan Hari Museum Internasional, Minggu (18/5/2025). Ibas mengatakan UU ini penting untuk mendorong kebudayaan sebagai kekuatan bangsa dan memberi manfaat bagi masyarakat. Ia menyebut perlu kerja sama lintas elemen agar UU seni, budaya, dan galeri bisa benar-benar dirumuskan secara partisipatif.
Ibas menekankan pentingnya museum sebagai ruang hidup yang merawat nilai budaya lintas generasi dan ruang edukasi publik. “Bukan sekadar bangunan statis, tetapi denyut hidup peradaban yang menyatu dalam jati diri bangsa,” katanya. Ia juga menyerukan agar generasi muda aktif menjaga dan menghidupkan budaya melalui ruang-ruang kreatif dan ekspresi terbuka.
Partai X: Budaya Bukan untuk Diatur Ulang, Tapi Dibebaskan dari Represi
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, merespons wacana ini dengan kritis dan penuh kewaspadaan. Menurutnya, rakyat tak butuh lagi undang-undang yang justru mengekang ekspresi budaya dan kreativitas masyarakat.
“Jangan sampai budaya yang seharusnya hidup malah dikunci oleh pasal-pasal administratif atas nama regulasi,” tegasnya.
Partai X menegaskan bahwa tugas negara ada tiga: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, bukan mengatur selera rakyat. Pemerintah tak boleh mengatur seni sebagai komoditas pejabat yang tunduk pada nilai formalistik birokrasi. Kebudayaan milik rakyat. Pemerintah hanya fasilitator, bukan pengendali yang menetapkan batas kreativitas melalui hukum sempit.
Prinsip Partai X menekankan negara adalah entitas untuk mewujudkan keadilan, bukan pembatasan ekspresi.
Budaya hidup dalam keberagaman rakyat, bukan dalam skema sentralistik yang mematikan dinamika lokal dan kreativitas generasi muda. Kebijakan kebudayaan seharusnya membuka akses, bukan menetapkan standar estetika yang menjauhkan rakyat dari jati diri mereka sendiri.
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X mendidik generasi muda untuk memahami bahwa budaya bukan proyek, tapi nyawa bangsa. X Institute menanamkan semangat bahwa estetika harus membebaskan, bukan sekadar indah tapi tanpa makna bagi keadilan sosial.
Solusi Partai X: Bukan Undang-Undang Baru, Tapi Perubahan Paradigma
Partai X mengajukan lima solusi kebudayaan berbasis keadilan dan keberpihakan pada rakyat, bukan regulasi tambahan:
- Revitalisasi Ruang Budaya Publik
Bangun kembali ruang budaya dari desa, bukan hanya festival pejabat kota besar. - Perluas Akses Galeri, Museum, dan Arsip Rakyat
Rakyat harus bisa menyimpan dan merawat sejarahnya sendiri, bukan hanya ditonton. - Hapus Birokratisasi Proyek Kebudayaan
Tolak anggaran budaya yang dikunci di meja dinas dan penguasa lembaga formal. - Pendidikan Estetika Kritis dalam Kurikulum Nasional
Ajarkan seni sebagai alat ekspresi sosial, bukan hanya teknik dan gaya. - Perluas Program Sekolah Negarawan untuk Budaya dan Kreativitas
Didik pemimpin yang paham nilai budaya sebagai jantung keadilan bangsa.
Partai X menegaskan bahwa budaya bukan obyek hukum, melainkan ekspresi hidup yang harus dibebaskan dari batas negara. Jika negara ingin menghormati budaya, maka biarkan rakyat memimpin dan menciptakan sendiri tanpa dikawal oleh pasal-pasal. Sebab bangsa besar bukan yang punya undang-undang budaya paling tebal, tapi yang membebaskan warganya mengekspresikan jati diri.