beritax.id – Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), jumlah pengangguran di Jakarta per Februari 2025 mencapai 338,39 ribu orang. Dari jumlah itu, lulusan SMA dan SMK menjadi kelompok terbanyak, yaitu 38,61 persen dari total pengangguran sehingga perlu dikaji mengenai penyesuaian kurikulum.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menilai hal ini sebagai masalah serius yang perlu segera ditangani pemerintah. Menurutnya, sistem pendidikan tidak cukup adaptif terhadap perkembangan kebutuhan dunia kerja, terutama sektor industri.
Faisal juga menyoroti bahwa kuantitas lapangan kerja masih sangat terbatas. Padahal, lulusan SMA/SMK sangat mendominasi sektor ritel dan jasa, yang kapasitasnya terbatas. Penyesuaian kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri kini dinilai sebagai kebutuhan mendesak.
Program magang dan pelatihan disebut sebagai solusi agar lulusan SMA/SMK tidak tertinggal dari dunia kerja yang terus berubah. Namun, Faisal menekankan bahwa ini bukan hanya masalah kurikulum. Menurutnya, ketersediaan lapangan kerja juga masih rendah, dan kualitas tenaga kerja belum sesuai harapan industri manufaktur atau sektor teknologi.
Partai X: Jangan Terus Salahkan Siswa, Negara Wajib Ciptakan Kerja
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, memberikan kritik tajam atas wacana penyesuaian kurikulum untuk mengatasi pengangguran.
Menurutnya, kesalahan utama justru terletak pada ketidaksiapan negara dalam menyediakan ruang kerja yang sesuai. “Tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” tegas Prayogi.
Ia menambahkan bahwa terlalu sering siswa dan sekolah dijadikan kambing hitam atas realitas ketimpangan pasar kerja.
“Kurikulumnya diganti terus, tapi penganggurannya tetap tinggi. Ini bukti bahwa bukan sistem belajar yang salah, tapi pemerintah tak mampu membuka lapangan kerja,” ujar Prayogi.
Partai X menilai pemerintah harus berhenti menyerahkan seluruh tanggung jawab penyelesaian pengangguran kepada lembaga pendidikan. Yang diperlukan justru kebijakan aktif dari negara untuk menciptakan kerja produktif.
“Pemerintah harus hadir dengan kebijakan fiskal, insentif usaha kecil, dan proteksi industri padat karya,” lanjutnya. “Jangan terus-terusan menyuruh siswa menyesuaikan diri, padahal negaranya tidak menyiapkan ruang.”
Solusi Partai X: Bangun Ekosistem Produksi, Bukan Sekadar Pelatihan
Sebagai bagian dari solusi, Partai X mengusulkan langkah strategis jangka pendek dan jangka panjang untuk mengatasi pengangguran lulusan SMA/SMK:
- Berikan insentif besar-besaran kepada industri lokal padat karya.
- Wajibkan perusahaan besar membuka program magang transisi untuk SMA/SMK.
- Integrasikan SMK ke dalam ekosistem produksi lokal secara riil, bukan simulasi.
- Prioritaskan belanja negara untuk proyek padat karya dan digitalisasi sektor informal.
- Perluas inkubator usaha desa dan kota berbasis keahlian lulusan SMK.
Partai X menegaskan bahwa pendidikan bukan pabrik pencetak tenaga kerja murah untuk ekonomi yang tak tumbuh. Negara wajib menyediakan sistem produksi nasional yang siap menyerap tenaga kerja lulusan SMA dan SMK. Kalau negara terus menyalahkan sekolah, itu artinya negara sudah menyerah,” pungkas Prayogi.