beritax.id – Bupati Batu Bara H. Baharuddin Siagian berharap kehadiran Bunda Literasi dapat memotivasi anak-anak mencintai buku dan membaca. Hal itu disampaikannya dalam acara pengukuhan Ny. Henny Heridawaty Baharuddin sebagai Bunda Literasi Kabupaten Batu Bara, Rabu (7/5/2025) di Aula Kantor Bupati, Kecamatan Lima Puluh. Dalam sambutannya, Bupati menegaskan bahwa peran Bunda Literasi bukan sebatas simbol, tapi sebagai motor penggerak literasi masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak.
Bupati juga menyebut Bunda Literasi harus mampu meningkatkan kemampuan membaca, menulis, hingga berpikir kritis. Keberadaannya diharapkan dapat mempercepat tumbuhnya budaya baca di kalangan generasi muda. Menurutnya, penguatan literasi adalah investasi sumber daya manusia yang tak tergantikan. “Literasi bukan cuma soal membaca, tapi memahami, menganalisis dan memanfaatkan informasi untuk kehidupan,” ujar Bupati.
Partai X: Jangan Hanya Gelar, Tapi Gerakan yang Nyata!
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Diana Isnaini, menyambut baik inisiatif Pemkab Batu Bara mengangkat Bunda Literasi. Namun, ia mengingatkan bahwa semangat literasi tak boleh berhenti di seremoni. “Jangan hanya mengganti gelar, tapi kosong isi,” tegas Diana. Ia menyebut gelar kehormatan seperti Bunda Literasi akan kehilangan makna jika tidak dibarengi gerakan yang konkret dan berkelanjutan di lapangan.
Partai X menyoroti bahwa tantangan literasi di daerah bukan soal kurangnya figur simbolik, melainkan rendahnya akses terhadap buku, perpustakaan, dan kualitas pendidikan. “Apalah artinya gelar jika perpustakaan desa masih terkunci, dan guru literasi tidak mendapat pelatihan,” lanjut Diana.
Menurut Diana, tugas negara bukan hanya membentuk citra publik melalui gelar dan acara formal.
Negara harus hadir nyata melayani, melindungi, dan mengatur warganya sebagaimana prinsip utama yang dipegang Partai X. Artinya, negara harus menjamin keberlanjutan program literasi lewat pembiayaan, pelatihan guru, dan distribusi bahan bacaan yang merata hingga pelosok desa.
Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi program-program literasi berbasis dampak nyata, bukan sekadar kehadiran figur. “Ada berapa rumah baca aktif? Berapa anak yang naik kemampuan bacanya setelah ada program? Itu ukuran sesungguhnya,” tambah Diana.
Solusi Literasi: Sistemik, Bukan Simbolik
Partai X menekankan perlunya pembenahan sistem pendidikan dasar sebagai akar literasi. Pemerintah harus memperkuat kurikulum membaca kritis, integrasi digitalisasi perpustakaan, dan membangun jaringan komunitas baca.
“Literasi itu hak warga, bukan bonus seremoni,” ujar Diana. Ia menyarankan agar peran Bunda Literasi diperluas untuk mengadvokasi anggaran literasi dan menjembatani kolaborasi antara sekolah, perpustakaan, dan masyarakat.
Diana Isnaini menutup dengan pernyataan tajam, “Literasi bukan sekadar acara pengukuhan. Literasi adalah arah pembangunan. Kalau benar ingin perubahan, jangan hanya beri gelar, tapi berilah alat, akses, dan agenda kerja.” Partai X menegaskan komitmen untuk terus mengawal agar gerakan literasi di daerah bukan sekadar simbol , tetapi menjadi instrumen perubahan sosial yang terukur.