beritax.id – Markas Besar TNI menggelar Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Polisi Militer untuk memperkuat SDM di lingkungan militer. Agenda rapat TNI ini ditujukan guna merespons tantangan era teknologi, termasuk ancaman cybercrime, hoaks, dan kejahatan di media sosial.
Kepala Staf Umum TNI Letjen TNI Richard Tampubolon menegaskan pentingnya adaptasi personel Polisi Militer dalam menjalankan hukum berbasis digital. Rakornis kali ini dianggap momentum penting menyatukan visi dan misi seluruh POM TNI menghadapi situasi kompleks yang terus berkembang.
Partai X: Rakornis Harus Menghasilkan Tindakan Nyata, Bukan Sekadar Seremonial
Menanggapi Rakornis tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan keprihatinan atas kecenderungan agenda militer yang berhenti di tataran formalitas. Ia mempertanyakan apakah Rakornis akan melahirkan aksi nyata atau hanya menjadi rutinitas kosong.
“Negara ini tugasnya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara berkeadilan,” ujar Rinto tegas. Menurutnya, penegakan hukum digital dalam tubuh TNI harus berdampak langsung pada kualitas pelayanan dan perlindungan masyarakat sipil.
Rinto menilai tantangan teknologi harus dijawab dengan pendekatan strategis, bukan hanya respons reaktif terhadap insiden tertentu. Ia menyoroti bahwa adaptasi digital di tubuh militer akan sia-sia jika tidak disertai dengan perubahan sistemik, kultural, dan tata kelola internal.
“Kalau hanya koordinasi tanpa langkah konkret, ini hanya jadi forum basa-basi,” sindir Rinto dalam pernyataan tertulisnya.
Merujuk pada prinsip Partai X, negara seharusnya menggunakan teknologi untuk memperkuat demokrasi, transparansi, dan perlindungan publik.
Rinto menegaskan bahwa reformasi teknologi harus diarahkan untuk menciptakan militer yang modern, terbuka, dan tetap tunduk pada supremasi sipil.
“Rakornis tidak boleh hanya melindungi kehormatan internal, tetapi juga melindungi rakyat dari potensi penyalahgunaan kekuasaan,” tambahnya.
Solusi Partai X: Bangun Polisi Militer yang Responsif dan Demokratis
Rinto mengingatkan bahwa profesionalisme tidak bisa dibentuk lewat seminar atau instruksi sepihak. Ia mendorong sistem pelatihan yang konsisten, evaluatif, dan terbuka terhadap kritik publik. Menurutnya, ini bagian dari upaya negara memenuhi tiga fungsinya secara utuh.
Tanpa adanya keseriusan dalam membangun sistem pembinaan dan pengawasan digital, semua agenda Rakornis akan sia-sia.
Partai X menyarankan pembentukan lembaga evaluasi independen untuk memantau hasil Rakornis setiap tahun. Langkah ini diperlukan agar forum koordinasi tak hanya jadi simbol, tetapi juga motor perubahan.
Selain itu, Partai X mendorong sinergi antar lembaga TNI dan sipil dalam membentuk tata kelola hukum berbasis digital. Rinto menegaskan, Polisi Militer harus tampil sebagai pelindung nilai-nilai demokrasi, bukan sekadar alat pengontrol internal.