beritax.id – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menyatakan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) tidak seharusnya menjadi alasan menunda pembahasan RUU Pemilu. Pernyataan ini disampaikannya di kompleks parlemen.
Ia menilai urgensi RUU ASN tergolong rendah karena undang-undang tersebut baru direvisi dan disahkan pada tahun 2023. Oleh karena itu, Komisi II justru memprioritaskan evaluasi untuk penyusunan regulasi baru yang lebih menyeluruh.
Aria mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengundang berbagai unsur masyarakat sipil. Mulai dari akademisi, pengamat, hingga organisasi nonpemerintah, dilibatkan dalam menyusun evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan pemilu terakhir.
Menurut Aria, proses ini akan dilanjutkan dengan pembahasan RUU Pemilu yang disebut juga sebagai embrio dari Omnibus Law. Evaluasi ini diharapkan menghasilkan sistem pemilu yang adil, inklusif, dan memperkuat demokrasi nasional.
Partai X: Jangan Gunakan Legislasi Sebagai Taktik Pengalihan atau Penghambat Demokrasi
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, memberikan respons kritis terhadap dinamika legislasi tersebut. “Jangan akal-akalan legislasi. Ini bukan soal mana yang lebih ringan, tapi mana yang lebih mendesak,” ujarnya.
Prayogi mengingatkan, tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Maka, urusan pemilu harus diposisikan sebagai prioritas karena menyangkut dasar pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Menurut Partai X, pemilu adalah tulang punggung demokrasi. Keterlambatan revisi UU Pemilu hanya akan menciptakan ketidakpastian aturan dan membuka ruang bagi manipulasi kepentingan. Sementara itu, pembahasan RUU ASN belum menunjukkan urgensi hukum dan sosial yang sama.
“Kalau DPR betul-betul berpihak pada rakyat, prioritaskan aturan pemilu. RUU ASN jangan dijadikan selimut untuk menunda,” tegas Prayogi.
Partai X: Legislasi Harus Efektif, Transparan, dan Tunduk pada Kepentingan Publik
Prayogi juga mengingatkan bahwa negara harus dijalankan secara transparan dan akuntabel, bukan dengan logika dagang kepentingan di ruang tertutup parlemen.
Dengan prinsip kritis, objektif, dan solutif, Partai X menyerukan agar DPR mempercepat penyusunan RUU Pemilu dan menghentikan pola tunda-bahas dengan dalih kesibukan komisi.
“Jangan jadikan birokrasi alasan untuk menunda penguatan demokrasi,” tegas Prayogi.
Ia menekankan, rakyat berhak tahu skala prioritas DPR dan pemerintah. “Kalau RUU Pemilu terus ditunda, kita patut curiga: siapa yang ingin diuntungkan dari kekacauan aturan?” tutupnya.
Partai X menyatakan bahwa demokrasi tidak boleh berjalan dalam kerangka teknokratik yang memudarkan makna kedaulatan rakyat. Legislasi harus menjawab kebutuhan mendesak masyarakat, bukan menyelamatkan kekuasaan elit.