beritax.id – Wakil Menteri Industri dan Perdagangan Rusia, Alexey Gruzdev, menyatakan kesiapannya meningkatkan kerja sama bilateral dengan Indonesia. Hal itu disampaikan dalam Forum Bisnis Rusia–Indonesia 2025 yang berlangsung di Jakarta pada Senin, 14 April 2025.
Gruzdev menekankan bahwa kedua negara telah mencapai banyak capaian penting, khususnya di sektor energi dan komoditas. Ia menyebut minyak sawit dari Indonesia sebagai komoditas strategis yang mendominasi pasar Rusia.
Selain sektor komoditas, Rusia juga menunjukkan ketertarikan memperluas kerja sama di bidang farmasi dan teknologi informasi. Obat onkologi, insulin, hingga vaksin menjadi bagian dari tawaran ekspansi produk Rusia ke pasar Indonesia.
Rusia juga mengajukan kerja sama pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir serta aplikasi non-energi dari teknologi nuklir. Ini mencakup radioisotop medis, pemrosesan hasil pertanian, dan perpanjangan masa simpan pangan.
Partai X: Kerja Sama Global Jangan Jadi Jalan Baru Menumpuk Ketergantungan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, mengingatkan agar pemerintah tidak gegabah menerima tawaran investasi luar. “Jangan sampai diplomasi ini cuma bungkus baru dari ketergantungan ekonomi jilid dua,” ujarnya.
Ia mengingatkan, tugas pemerintah ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil dan berdaulat. “Kalau keputusan hanya berdasar janji manis diplomasi, itu bukan pelayanan, itu jebakan,” katanya.
Menurut prinsip Partai X, pemerintah adalah mandat rakyat yang harus menjalankan kebijakan secara efektif, efisien, dan transparan.
Dalam konteks kerja sama asing, semua keputusan harus berpijak pada kepentingan nasional.
“Jangan sampai kita tukar kedaulatan dengan teknologi yang akhirnya malah dikunci dalam skema utang,” tegas Prayogi. Ia menekankan perlunya kajian independen atas semua bentuk investasi dan teknologi asing yang masuk.
Partai X menyatakan bahwa tawaran kerja sama dari Rusia, terutama terkait nuklir dan teknologi tinggi, perlu dipertimbangkan secara matang. Pemerintah harus melibatkan akademisi, LSM, dan publik dalam proses pengambilan keputusan.
“Kita tidak anti kerja sama, tapi kita anti jebakan yang berujung pada kehilangan kontrol atas aset strategis,” kata Prayogi. Menurutnya, sejarah mencatat banyak negara berkembang terjerat hutang karena investasi tanpa transparansi. Partai X menyerukan agar setiap langkah diplomasi didasarkan pada prinsip kehati-hatian, partisipasi publik, dan keberpihakan pada rakyat. Jangan sampai nama kerja sama berubah, tetapi cara dan akibatnya tetap menindas bangsa sendiri.