beritax.id – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim telah menjalankan strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor Liquefied Petroleum Gas (LPG). Salah satu program utama adalah pembangunan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (jargas).
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan bahwa hingga September 2024, jargas telah dipasang pada lebih dari satu juta sambungan rumah tangga (SR). Rinciannya, sebanyak 703.000 SR berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara 400.000 SR lainnya berasal dari pendanaan non-APBN.
Menurutnya, pemerintah menargetkan pemasangan jargas mencapai 5,5 juta SR pada tahun 2030. Target ini disebut mampu mengurangi impor LPG sebesar 550 ribu ton per tahun dan menghemat subsidi hingga Rp 5,6 triliun.
Partai X: Kalau Jargas Sudah Maju, Kenapa Keluhan Gas Masih Ada?
Menanggapi klaim tersebut, Direktur X-Institute sekaligus Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, menyambut baik inovasi pemerintah. Namun, ia menekankan bahwa capaian program harus tercermin pada kenyataan di lapangan, bukan sekadar dalam laporan statistik.
“Kalau jargas sudah menjangkau sejuta rumah, lalu kenapa keluhan soal gas melon masih terjadi di mana-mana?” tanya Prayogi.
Menurutnya, banyak warga di pelosok yang masih bergantung penuh pada LPG tabung 3 kg. Distribusi yang tidak merata, pasokan yang sering telat, dan harga eceran yang mencekik menjadi masalah nyata yang belum terselesaikan.
Partai X mengingatkan bahwa tugas pemerintah bukan hanya membangun infrastruktur, tetapi memastikan pemerataan dan keterjangkauan.
Jika di satu sisi pemerintah menggembor-gemborkan penghematan subsidi, maka di sisi lain rakyat tidak boleh dibiarkan tetap mengantri untuk satu tabung gas.
“Apalah arti target lima juta sambungan jargas jika rakyat di desa harus beli gas dengan harga dua kali lipat,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa sebagian besar sambungan jargas masih terkonsentrasi di kota-kota besar dan kawasan industri. Sementara daerah pedesaan dan terpencil masih minim jangkauan dan bergantung pada LPG subsidi.
Kritik Konstruktif: Energi Alternatif Harus Menyentuh Semua Lapisan
Sebagai partai yang menjunjung prinsip keadilan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat kecil, Partai X menegaskan bahwa kebijakan energi harus bersifat inklusif. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa kecuali, mendapatkan akses energi yang terjangkau, aman, dan stabil.
“Jangan sampai program besar hanya jadi konsumsi elite. Sementara rakyat di gang sempit terus bertanya, kenapa gas masih langka?” ujar Prayogi.
Ia menambahkan, pendekatan jangka panjang semestinya diiringi dengan solusi jangka pendek yang konkret. Misalnya, perbaikan distribusi LPG, pengawasan ketat terhadap praktik penimbunan, serta transparansi harga di tingkat pengecer.
Partai X kembali menegaskan, pemerintah memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Dalam konteks energi, perlindungan berarti menjamin pasokan, pelayanan berarti menjangkau hingga pelosok, dan pengaturan berarti mencegah monopoli serta spekulasi harga.
“Program boleh hebat, tapi jangan tinggalkan rakyat dalam antrean gas yang makin panjang. Kalau rakyat sudah teriak, itu bukan data statistik, tapi alarm kebijakan yang wajib disikapi,” tutup Prayogi.