beritax.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pemerintah akan menambah volume impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari Amerika Serikat. Meski begitu, Bahlil menegaskan bahwa impor dari negara lain tidak dihentikan, hanya dikurangi volumenya.
Ia menyebut porsi impor LPG dari Amerika Serikat saat ini sudah mencapai 54 persen. Penambahan volume impor ini disebut sebagai bagian dari langkah pemerintah merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Presiden Donald Trump terhadap produk Indonesia.
Langkah ini juga menjadi bagian dari tawaran pemerintah Indonesia kepada Amerika Serikat untuk mengatasi defisit perdagangan, yang diklaim mencapai 17 miliar dolar AS.
Partai X Pertanyakan Keberpihakan terhadap Rakyat
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyayangkan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap energi impor justru terus dipelihara. Menurutnya, rakyat sudah cukup lama dihantui ketidakpastian harga LPG, namun yang dijawab pemerintah adalah memperbesar pintu impor, bukan memperkuat produksi dalam negeri.
“Setiap tahun bicara energi nasional, tapi kenyataannya kita masih impor LPG lebih dari 50 persen dari AS. Ini ironi,” tegas Prayogi.
Ia menambahkan, rakyat di akar rumput tidak merasakan manfaat dari kesepakatan dagang yang diumumkan secara besar-besaran itu. Justru yang dirasakan masyarakat adalah naik-turunnya harga tabung gas, kelangkaan pasokan, hingga antrean panjang saat distribusi bermasalah.
Partai X mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam mewujudkan swasembada energi seperti yang sering digaungkan. Ketika Presiden Prabowo menyatakan ingin mengurangi ketergantungan pada pihak asing, kebijakan justru menunjukkan sebaliknya.
“Kalau pemerintah sungguh-sungguh ingin melindungi rakyat, seharusnya yang didorong adalah teknologi LPG lokal, bukan penguatan impor,” lanjut Prayogi.
Menurutnya, dalam jangka panjang, keputusan ini akan memperlemah ketahanan energi nasional. Jika satu negara bisa menentukan mayoritas pasokan kita, maka stabilitas harga sepenuhnya di luar kendali pemerintah.
Energi untuk Rakyat, Bukan untuk Neraca Diplomasi
Partai X menegaskan bahwa LPG bukan hanya soal perdagangan luar negeri, tetapi menyangkut hak dasar rakyat atas energi. Di berbagai daerah, kenaikan harga gas subsidi sangat dirasakan oleh rumah tangga dan pelaku UMKM.
Prayogi mengingatkan bahwa tugas pemerintah bukan hanya menjaga relasi bilateral, tetapi memastikan kebutuhan pokok rakyat terpenuhi dengan harga yang terjangkau.
“Rakyat ingin jaminan bisa masak setiap hari tanpa dihantui ketakutan harga gas melonjak. Itu saja,” katanya.
Sebagai partai yang menjunjung prinsip keberpihakan terhadap rakyat, Partai X menyerukan evaluasi serius terhadap skema impor LPG. Negara harus hadir tidak hanya sebagai negosiator perdagangan, tetapi sebagai pelindung utama kebutuhan domestik.
“Pemerintah harus kembali ke tugas utamanya: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jangan sampai rakyat hanya jadi penonton di tengah manuver dagang elite,” tegas Prayogi.
Dengan spirit kritis, objektif, dan solutif, Partai X menyerukan agar kebijakan energi Indonesia tidak lagi dikendalikan oleh kepentingan pasar global, melainkan diarahkan untuk kemandirian dan keberlanjutan nasional.