beritax.id – Demonstrasi menolak Undang-Undang TNI yang baru-baru ini disahkan DPR RI berakhir ricuh di Kota Malang, Jawa Timur. Aksi yang digelar pada Minggu (23/3/2025) itu awalnya berlangsung damai sejak pukul 15.45 WIB di depan Gedung DPRD Kota Malang. Namun, suasana memanas ketika sekelompok massa aksi mulai mencoba menerobos masuk melalui pintu utara gedung dewan sekitar pukul 18.20 WIB.
Tak berselang lama, aparat kepolisian bersama TNI mulai melakukan penyisiran dan memukul mundur massa dari sekitar Balai Kota Malang. Penyisiran ini berlanjut hingga ke Jalan Suropati, Jalan Sultan Agung, dan Jalan Pajajaran. Bahkan, aparat disebut bergerak melalui Jalan Gajahmada dengan formasi dua peleton berseragam lengkap dan membawa alat pemukul.
Massa Ditangkap, Beberapa Orang Hilang
Menurut keterangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, enam orang peserta aksi ditangkap oleh aparat. Selain itu, delapan hingga sepuluh orang lainnya dilaporkan hilang kontak.
“Sejumlah massa aksi ditangkap, dipukul, dan mendapatkan ancaman. Bahkan tim medis, pers, dan pendamping hukum juga menjadi sasaran kekerasan,” kata Wafdul Adif dari LBH Pos Malang.
Selain penangkapan, LBH juga mencatat ada sekitar enam hingga tujuh orang yang harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka-luka saat bentrokan dengan aparat. Puluhan lainnya mengalami cedera ringan, termasuk anggota tim medis dan jurnalis yang meliput di lokasi.
Sikap DPRD Kota Malang dan Partai X
Wakil Ketua DPRD Kota Malang, Rimzah, menegaskan pihaknya siap menerima aspirasi massa aksi yang menolak UU TNI.
“Kami siap menampung seluruh aspirasi yang disampaikan. Jika ada usulan terkait UU TNI, kami siap mengkomunikasikannya ke tingkat pusat,” kata Rimzah.
Menanggapi kejadian ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa negara harus menjalankan tiga tugas utamanya, yakni melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Rinto menyesalkan insiden ini dan mendesak aparat untuk mengedepankan pendekatan yang lebih humanis dalam menghadapi aksi massa.
“Kritik adalah hak rakyat. Jangan sampai aspirasi malah dibungkam dengan kekerasan. Pemerintah harus hadir untuk melindungi warganya, bukan justru menambah luka di tengah keresahan,” tegas Rinto.
Partai X juga menyoroti pentingnya penghormatan terhadap hak berserikat dan berpendapat yang dijamin oleh undang-undang. Langkah represif terhadap massa aksi justru dapat memperkeruh situasi sosial dan menambah ketidakpuasan publik terhadap kebijakan pemerintah.
Kericuhan yang terjadi di Malang dalam aksi penolakan terhadap UU TNI menjadi pengingat bahwa setiap kebijakan publik harus dilaksanakan dengan mengedepankan dialog dan musyawarah. Partai X menegaskan bahwa keberhasilan pemerintah tidak hanya diukur dari kebijakan yang dibuat, tetapi juga dari cara mereka merangkul suara rakyat dengan bijak dan adil.