beritax.id – Nilai tukar rupiah terus menunjukkan pelemahan yang signifikan di tengah kebijakan tarif yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan tersebut memicu ketidakpastian pasar dan berimbas pada berbagai sektor ekonomi global, termasuk Indonesia.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuabi, menyoroti bahwa pelemahan rupiah sangat terkait dengan kebijakan tarif baru yang diterapkan AS terhadap Kanada, Meksiko, dan Tiongkok. Trump memberlakukan tarif 25 persen pada barang-barang dari Kanada dan Meksiko, serta meningkatkan pungutan pada produk-produk Tiongkok hingga 20 persen. Meski ada penundaan sebagian tarif selama empat minggu untuk barang dari Kanada dan Meksiko, kebijakan keras terhadap Tiongkok tetap berlanjut.
Selain faktor eksternal tersebut, Tiongkok juga sedang menghadapi tren deflasi. Data menunjukkan bahwa indeks harga produsen (PPI) Tiongkok turun sebesar 2,2 persen (yoy). Sedikit lebih baik dari penurunan sebelumnya 2,3 persen pada Januari. Namun, angka tersebut tetap meleset dari prediksi penurunan 2 persen, yang memperburuk kekhawatiran pasar global.
Di Indonesia, nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Senin menguat tipis sebesar 73 poin atau 0,44 persen menjadi Rp16.367 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.295 per dolar AS. Sementara itu, Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat nilai rupiah pada posisi Rp16.336 per dolar AS.
Partai X Ingatkan Pemerintah: Fokus Rupiah pada Perlindungan Daya Beli
Menanggapi kondisi tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan pentingnya langkah pemerintah untuk melindungi rakyat dari dampak pelemahan rupiah yang berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.
“Negara itu punya tiga tugas utama, yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Dalam situasi seperti ini, fokus pada perlindungan daya beli rakyat harus menjadi prioritas utama,” ujar Rinto.
Menurut Rinto, kebijakan ekonomi yang responsif dan strategis diperlukan untuk menahan dampak kebijakan tarif AS dan tren deflasi Tiongkok. Langkah konkret berupa insentif untuk dunia usaha, stabilisasi harga kebutuhan pokok, dan penyesuaian subsidi energi dianggap mendesak agar rakyat tidak terbebani lebih berat.
“Ketidakpastian global tidak bisa dihindari, tetapi yang bisa dikendalikan adalah bagaimana pemerintah melindungi rakyat dari dampaknya. Jangan sampai krisis global membuat masyarakat kehilangan daya beli dan semakin terbebani,” tegas Rinto.
Rinto menegaskan bahwa dalam situasi ini, rakyat tidak boleh menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. “Kami di Partai X akan terus mengawal agar kebijakan yang diambil benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat. Stabilitas ekonomi harus berpihak pada rakyat kecil,” pungkasnya.