beritax.id – Demokrasi selalu dielu-elukan sebagai sistem yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Namun, di tengah berbagai kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada kepentingan publik, muncul pertanyaan: apakah rakyat benar-benar masih memegang kendali atas jalannya pemerintahan? Ataukah mereka hanya menjadi alat legitimasi kekuasaan yang sesungguhnya dikendalikan oleh segelintir elite?
Tagar #IndonesiaGelap yang viral di media sosial menjadi cerminan keresahan publik. Dalam sistem demokrasi yang ideal, suara rakyat seharusnya menjadi dasar dari setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Namun, fenomena yang terjadi di lapangan sering kali menunjukkan sebaliknya.
Rakyat Memilih, Tapi Apakah Mereka Berkuasa?
Teori politik klasik menyebut bahwa demokrasi adalah sistem di mana rakyat menjadi pemegang kedaulatan tertinggi. Namun, realitas menunjukkan bahwa kekuasaan sering kali lebih berpihak pada kepentingan oligarki dibandingkan kepada rakyat yang memilih mereka.
Rinto Setiyawan, anggota Majelis Tinggi Partai X, mengungkapkan kekhawatirannya terkait kondisi demokrasi saat ini. “Kami melihat ada kecenderungan di mana suara rakyat semakin terpinggirkan. Partai X berkomitmen untuk memperjuangkan demokrasi yang benar-benar memberikan ruang bagi rakyat, bukan sekadar formalitas pemilu lima tahunan,” ujarnya.
Menurut Rinto, jika demokrasi benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya, rakyat tidak hanya memiliki hak untuk memilih, tetapi juga hak untuk mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya keputusan-keputusan besar sering kali dibuat tanpa keterlibatan publik secara nyata.
Ketika Demokrasi Dikendalikan Elite
Ada banyak cara untuk membungkam suara rakyat tanpa harus membubarkan secara terang-terangan. Beberapa di antaranya adalah:
- Pembatasan Kebebasan Berekspresi
Kritik terhadap kebijakan pemerintah sering kali dianggap sebagai ancaman. Dalam beberapa kasus, aktivis dan akademisi yang vokal justru menghadapi tekanan hukum. - Pengaruh Oligarki dalam Kebijakan
Keputusan ekonomi dan pemerintah lebih banyak ditentukan oleh elite pemilik modal dibandingkan oleh rakyat yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut. - Minimnya Ruang Partisipasi Publik
Rakyat hanya dilibatkan saat pemilu, tetapi minim akses dalam proses pengambilan keputusan setelahnya. Forum diskusi publik lebih banyak bersifat simbolis ketimbang benar-benar memengaruhi kebijakan.
“Demokrasi yang sejati harus memberikan ruang bagi rakyat untuk terlibat dalam setiap aspek pemerintahan, bukan hanya saat pemilu,” tegas Rinto.
Kembali ke Esensi Demokrasi
Untuk memastikan demokrasi tidak hanya menjadi alat bagi segelintir elite, perlu ada langkah nyata untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Partai X, melalui inisiatifnya, mendorong beberapa kebijakan utama:
“Jika rakyat benar-benar berdaulat, maka suara mereka akan didengar, aspirasi mereka akan diakomodasi, dan kebijakan yang dibuat akan mencerminkan kebutuhan mereka,” tutup Rinto.
- Transparansi dalam Pemerintahan
Setiap kebijakan harus melibatkan partisipasi publik dan dapat diakses secara transparan. - Perlindungan Kebebasan Berekspresi
Kritik dan perbedaan pendapat harus dihargai sebagai bagian dari demokrasi, bukan dianggap sebagai ancaman. - Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Mengurangi ketimpangan ekonomi agar rakyat tidak hanya sibuk bertahan hidup, tetapi juga dapat berpartisipasi dalam politik.
Di tengah tantangan yang ada, harapan akan demokrasi yang lebih inklusif masih ada. Namun, perubahan hanya bisa terjadi jika rakyat sadar akan hak mereka dan aktif mengawal jalannya pemerintahan. Demokrasi bukan sekadar soal pemilu, tetapi tentang bagaimana rakyat memiliki kendali atas masa depan mereka sendiri.