Disusun oleh:
Dharmawan, SE, SH, MH, BKP, CCL
Sekjen Perkumpulan Profesi Pengacara Praktisi Pajak Indonesia (P5I)
dan Pembina Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)
- Terjadi Ketidakkonsistenan pemerintah antara Pernyataan Kebijakan dan Produk Hukum
Secara faktual dan yuridis, sampai 26 Desember 2025:
Tidak ada PP, PMK, maupun peraturan setingkat yang secara eksplisit memperpanjang masa berlakunya tarif PPh Final UMKM 0,5%.
Padahal, pernyataan resmi pejabat pemerintah (Menkeu/DJP) telah menyampaikan niat perpanjangan hingga 2025.
Ini melanggar asas kepastian hukum (rechtszekerheid), karena:
Wajib Pajak tidak boleh dipandu hanya oleh pernyataan lisan atau siaran pers.
Dalam hukum pajak berlaku prinsip lex scripta, lex certa (harus tertulis dan jelas). - Pemerintah Telah Gagal Menjalankan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)
Ketidak-terbitan aturan ini berpotensi melanggar:
Asas kepastian hukum
Asas kecermatan
Asas kepercayaan yang sah (legitimate expectation)
UMKM telah:
Membuat keputusan bisnis & kepatuhan pajak berdasarkan pernyataan resmi negara.
Mengharapkan kelanjutan insentif sebagai kebijakan transisi, bukan hadiah.
Ketika negara berjanji secara kebijakan, lalu diam secara hukum, itu cacat tata kelola pemerintahan. - Evaluasi Kebijakan Tidak Boleh Mengorbankan Kepastian Hukum
Alasan pemerintah:
Masih evaluasi dampak
Masih pembahasan internal
Menunggu kesiapan UMKM “naik kelas”
Secara hukum:
Evaluasi kebijakan TIDAK BOLEH menghentikan hak yang sudah dijanjikan, tanpa:
aturan peralihan, masa transisi, atau penegasan tertulis.
Jika pemerintah ingin mengakhiri insentif, seharusnya: Dinyatakan tegas dalam peraturan, bukan dibiarkan abu-abu. - Dampak Hukum Nyata bagi UMKM
Akibat tidak terbitnya aturan:
UMKM bingung menentukan rezim pajak
Berisiko:
Salah bayar
Salah lapor
Dikoreksi di kemudian hari
Beban kepatuhan meningkat, padahal insentif dimaksudkan untuk kesederhanaan.
Ironis:
UMKM patuh justru paling dirugikan,
sementara yang tidak patuh “aman” karena tidak tercatat. - Posisi Hukum yang Paling Aman (Defensive Position)
Secara konservatif dan aman hukum:
UMKM yang masa PP 23/2018 Jo PP 55/2022-nya sudah habis → WAJIB beralih ke skema normal
UMKM yang masih dalam jangka waktu → masih boleh 0,5%
Namun secara kebijakan publik: Negara wajib bertanggung jawab atas kebingungan ini. - Catatan Kritis untuk Negara (Sangat Layak Disuarakan oleh P5I, IKPI, AKP2I, PERKOPPI, P3KPI )
Pemerintah tidak boleh:
Menunda regulasi tapi tetap menuntut kepatuhan
Memberi harapan tanpa payung hukum
Mengalihkan beban kebijakan kepada UMKM
Jika negara ingin mengakhiri 0,5% → nyatakan.
Jika ingin memperpanjang → terbitkan.
Bukan membiarkan Wajib Pajak berjalan dalam kabut hukum.
Penutup
“Ketidak-terbitan peraturan perpanjangan PPh Final UMKM 0,5% hingga akhir 2025 bukan semata persoalan teknis, melainkan persoalan serius mengenai kepastian hukum, tata kelola fiskal, dan tanggung jawab negara terhadap pelaku usaha kecil yang justru selama ini paling patuh.”
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.



