beritax.id — Jaksa Penuntut Umum mengungkap dugaan siasat eks Mendikbudristek Nadiem Makarim menghindari konflik kepentingan. Langkah tersebut terungkap saat pembacaan dakwaan kasus pengadaan laptop Chromebook di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Jaksa menyebut Nadiem mundur dari jabatan direksi Gojek dan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa. Pengunduran diri itu dilakukan agar tidak terlihat konflik kepentingan saat menjabat menteri.
Dakwaan Jaksa Buka Dugaan Konflik Kepentingan
Dalam sidang dakwaan Sri Wahyuningsih, jaksa membeberkan kronologi pengunduran diri Nadiem dari perusahaan digital. Jaksa menilai langkah tersebut bukan pelepasan kendali, melainkan strategi administratif untuk meredam sorotan publik.
Nadiem disebut menunjuk Andre Soelistyo dan Kevin Bryan Aluwi sebagai direksi dan beneficial owner. Penunjukan itu diduga bertujuan menjaga kontrol pemungutan suara dan kepentingan bisnis terdakwa.
Jaksa menegaskan pengunduran diri formal tidak otomatis menghilangkan konflik kepentingan substantif. Substansi pengendalian perusahaan menjadi fokus utama dalam dakwaan yang dibacakan di persidangan.
Pertemuan dengan Google dan Arah Kebijakan
Jaksa mengungkap adanya pertemuan Nadiem dengan petinggi Google Asia Pasifik sebelum kebijakan diambil. Pertemuan tersebut membahas produk Google for Education seperti Chromebook dan Google Workspace.
Setelah pertemuan itu, Kemendikbudristek mengarah pada penggunaan Chromebook di sekolah nasional. Spesifikasi teknis laptop pendidikan disebut diarahkan menggunakan sistem operasi Chrome.
Langkah tersebut dinilai jaksa menguntungkan ekosistem Google secara dominan dalam pendidikan nasional. Kebijakan itu juga disebut mengunci pilihan teknologi pendidikan Indonesia pada satu ekosistem.
Peran Surat dan Perubahan Arah Kebijakan
Surat Google Indonesia yang sebelumnya tidak dijawab Mendikbud lama akhirnya direspons era Nadiem. Kemendikbud menyatakan spesifikasi teknis pengadaan tidak mengarah pada merek tertentu.
Namun jaksa menilai perubahan kebijakan justru membuka ruang dominasi satu produk tertentu. Perubahan ini dianggap tidak sejalan dengan prinsip persaingan sehat dan kepentingan publik.
Peringatan Partai X: Negara Harus Bersih dari Konflik Kepentingan
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menilai kasus ini alarm serius. Menurutnya, negara memiliki tiga tugas utama, yakni melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Konflik kepentingan pejabat publik mencederai tugas negara dalam melindungi kepentingan rakyat. Kebijakan pendidikan harus bebas dari pengaruh bisnis dan kepentingan korporasi.
Prayogi menegaskan pengelolaan negara tidak boleh disamarkan oleh langkah administratif semata. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi fondasi setiap kebijakan strategis negara.
Prinsip Partai X: Kekuasaan Bukan Alat Bisnis
Dalam prinsip Partai X, jabatan publik adalah amanah rakyat, bukan peluang memperluas jaringan bisnis. Setiap pejabat wajib memutus konflik kepentingan secara nyata, bukan simbolik.
Partai X memandang negara harus berdiri netral dalam pengelolaan sumber daya dan kebijakan publik. Kepentingan pendidikan nasional harus diutamakan dibanding kepentingan platform global.
Negara wajib menjaga kedaulatan kebijakan agar tidak dikuasai ekosistem korporasi tertentu.
Solusi Partai X: Transparansi dan Pencegahan Sistemik
Partai X mendorong aturan konflik kepentingan yang lebih ketat bagi pejabat publik.
Pengawasan independen harus diperkuat sejak perencanaan kebijakan strategis nasional.
Partai X juga mendorong audit kebijakan pengadaan berbasis teknologi secara terbuka.
Setiap kebijakan besar harus diuji dampaknya terhadap kedaulatan dan keadilan publik.
Dengan langkah tegas, negara dapat mencegah konflik kepentingan sejak dini.
Pendidikan nasional harus dikelola jujur, adil, dan berpihak pada masa depan bangsa.
Partai X menegaskan, transparansi kekuasaan adalah syarat utama menjaga kepercayaan rakyat.



