beritax.id – Di saat berbagai wilayah di Indonesia masih bergulat dengan bencana alam, krisis ekonomi rumah tangga, dan ketidakpastian penghidupan, ruang publik justru diramaikan oleh wacana yang menjauh dari kebutuhan rakyat. Pernyataan yang mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk menjabat “seumur hidup” mencuat di tengah situasi darurat kemanusiaan, memunculkan pertanyaan besar tentang arah prioritas negara: mengurus rakyat atau mengurus kekuasaan.
Alih-alih fokus pada pemulihan korban bencana, stabilitas harga, dan perlindungan kelompok rentan, diskursus pejabat kembali berputar pada durasi kekuasaan dan konsolidasi pemerintahan. Dalam kondisi ini, rakyat kembali diposisikan sebagai penonton, bukan subjek utama dalam penyelenggaraan negara.
Bencana Nyata, Sensasi yang Menyertainya
Bencana alam yang terjadi di berbagai daerah seharusnya menjadi alarm keras bagi negara untuk hadir secara penuh. Namun yang muncul justru narasi politis yang tidak sensitif terhadap penderitaan warga. Wacana presiden seumur hidup bukan hanya keliru secara konstitusional. Tetapi juga menunjukkan adanya disorientasi empati dan krisis kepekaan pejabat terhadap kondisi riil rakyat.
Ketika warga kehilangan rumah, lahan, dan mata pencaharian. Negara seharusnya mempercepat bantuan dan pemulihan, bukan membiarkan panggung publik dipenuhi puja-puji kekuasaan.
Demokrasi Terpinggirkan, Rakyat Kehilangan Suara
Munculnya wacana perpanjangan atau pengabadian kekuasaan di tengah krisis memperlihatkan kecenderungan berbahaya: normalisasi pengabaian prinsip demokrasi. Diskursus semacam ini mempersempit ruang partisipasi rakyat dan menggeser makna kedaulatan rakyat menjadi sekadar formalitas elektoral.
Jika dibiarkan, pola ini akan memperkuat jarak antara penguasa dan rakyat. Di mana kebijakan lahir dari kepentingan pejabat, bukan dari kebutuhan masyarakat luas.
Tanggapan Partai X: Negara Jangan Kehilangan Arah
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa negara tidak boleh kehilangan kompas moral dan konstitusionalnya.
“Tugas negara itu jelas ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika rakyat sedang menghadapi bencana dan kesulitan hidup. Maka tugas utama negara adalah hadir dan bekerja, bukan membuka ruang bagi wacana kekuasaan yang menjauh dari konstitusi,” tegas Rinto.
Ia mengingatkan bahwa demokrasi bukan sekadar prosedur lima tahunan. Tetapi mekanisme untuk memastikan kekuasaan tetap tunduk pada kehendak dan kepentingan rakyat.
Partai X memandang bahwa pembiaran terhadap narasi “presiden seumur hidup” adalah bentuk normalisasi kultus kekuasaan yang berbahaya. Sejarah menunjukkan bahwa pengagungan berlebihan terhadap figur sering kali berujung pada pelemahan institusi, pembungkaman kritik, dan pengabaian hak-hak warga negara.
Negara yang kuat bukanlah negara dengan pemimpin tak tergantikan, melainkan negara dengan sistem yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat.
Solusi dan Rekomendasi Partai X
Sebagai bentuk tanggung jawab dan keberpihakan pada rakyat, Partai X menawarkan sejumlah solusi konkret:
- Penegasan Batas Kekuasaan Konstitusional
Menolak segala bentuk wacana yang bertentangan dengan UUD 1945, termasuk perpanjangan masa jabatan dan pengabadian kekuasaan dalam bentuk apa pun. - Prioritas Penanganan Bencana Berbasis Rakyat
Mengalihkan fokus anggaran dan energi negara pada pemulihan korban bencana, rehabilitasi lingkungan, dan jaminan penghidupan warga terdampak. - Penguatan Etika Pejabat Publik
Mendorong standar etika yang melarang pejabat menggunakan ruang bencana dan penderitaan rakyat sebagai panggung atau pencitraan kekuasaan. - Partisipasi Publik yang Bermakna
Membuka ruang dialog dan pengawasan rakyat dalam setiap pengambilan kebijakan strategis agar negara kembali berpijak pada realitas lapangan. - Reorientasi Fungsi Negara
Mengembalikan orientasi negara sebagai pelindung dan pelayan rakyat, bukan alat konsolidasi pejabat.
Partai X menegaskan di tengah bencana dan kesulitan rakyat, demokrasi dan konstitusi tidak boleh menjadi korban berikutnya. Negara harus kembali pada mandat dasarnya bekerja untuk rakyat, bukan mengorbankan rakyat demi kekuasaan.



