beritax.id – Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) terus dipercepat sebagai simbol masa depan Indonesia. Namun di balik narasi kemajuan dan modernisasi, terdapat kisah lain yang jarang disorot: masyarakat adat yang harus berpindah dari ruang hidupnya. Lahan, hutan, dan wilayah adat yang selama puluhan bahkan ratusan tahun menjadi sumber penghidupan kini berubah fungsi demi proyek strategis nasional. Pembangunan yang seharusnya membawa kesejahteraan justru menyisakan pertanyaan tentang keadilan sosial.
Berbagai laporan masyarakat sipil menunjukkan adanya penyempitan akses masyarakat adat terhadap tanah ulayat, sumber air, dan hutan adat di sekitar kawasan IKN. Proses penetapan wilayah pembangunan dinilai minim partisipasi bermakna, sementara skema relokasi belum sepenuhnya menjamin keberlanjutan hidup warga terdampak.
Bagi masyarakat adat, pemindahan bukan sekadar soal tempat tinggal, tetapi pemutusan hubungan budaya, ekonomi, dan identitas.
Narasi Pembangunan vs Realitas Lapangan
Pemerintah kerap menekankan bahwa pembangunan IKN mengedepankan prinsip berkelanjutan dan inklusif. Namun di lapangan, warga adat masih menghadapi ketidakpastian status tanah, kompensasi yang tidak sepadan, serta keterbatasan akses terhadap pengambilan keputusan. Kesenjangan antara narasi resmi dan pengalaman warga memperlebar jarak kepercayaan publik terhadap kebijakan negara.
Pemindahan masyarakat adat tanpa perlindungan memadai berpotensi memicu konflik sosial, kemiskinan struktural, dan hilangnya kearifan lokal. Pembangunan yang mengabaikan dimensi sosial berisiko menciptakan masalah baru yang jauh lebih mahal untuk diselesaikan di kemudian hari. Negara tidak boleh menukar masa depan dengan pengorbanan sepihak.
Tanggapan Prayogi R. Saputra
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa persoalan IKN harus dilihat dari kacamata tanggung jawab negara kepada rakyatnya.
“Tugas negara itu ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Pembangunan tidak boleh mengorbankan masyarakat adat. Jika negara hadir hanya untuk proyek, tetapi absen saat rakyat kehilangan ruang hidup, maka fungsi negara sedang menyimpang,” ujar Prayogi.
Ia menekankan bahwa masyarakat adat bukan hambatan pembangunan, melainkan subjek yang harus dilindungi dan dilibatkan.
Solusi: Pembangunan Tanpa Penggusuran Martabat
Untuk memastikan pembangunan IKN berjalan adil dan berkelanjutan, langkah-langkah berikut perlu segera dilakukan:
- Pengakuan dan perlindungan wilayah adat
Pastikan status tanah adat diakui secara hukum sebelum proyek diperluas. - Partisipasi bermakna masyarakat adat
Libatkan masyarakat sejak tahap perencanaan, bukan sekadar sosialisasi sepihak. - Skema kompensasi yang adil dan berkelanjutan
Ganti rugi harus menjamin kelangsungan ekonomi, budaya, dan sosial warga terdampak. - Mekanisme pengaduan independen
Sediakan saluran pengawasan dan penyelesaian sengketa yang mudah diakses masyarakat. - Audit sosial pembangunan IKN
Lakukan evaluasi terbuka atas dampak sosial dan budaya secara berkala.
IKN tidak boleh berdiri di atas penggusuran hak dan identitas masyarakat adat. Pembangunan sejati bukan hanya soal gedung dan infrastruktur, tetapi tentang keadilan, perlindungan, dan penghormatan terhadap rakyat. Tanpa itu, IKN berisiko menjadi simbol kemajuan yang kehilangan makna kemanusiaan.



