beritax.id – Konstitusi Indonesia menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Namun dalam perjalanan sejarah, makna kedaulatan rakyat sering kali direduksi menjadi sekadar slogan dalam pidato kenegaraan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua kebijakan lahir dari kehendak rakyat, tidak semua keputusan mempertimbangkan suara akar rumput, dan tidak semua pemimpin menjadikan rakyat sebagai pusat dari arah negara.
Pertanyaan dasar pun mengemuka: benarkah pemerintahan hari ini berjalan sesuai prinsip kedaulatan rakyat?
Ketika Rakyat Menjadi Objek, Bukan Subjek Kebijakan
Walau rakyat disebut sebagai pemegang kedaulatan, banyak kebijakan publik masih disusun tanpa melibatkan mereka secara berarti. Rakyat kerap hanya menjadi penerima keputusan, bukan penentu. Dialog partisipatif sering bersifat simbolik, bukan substansial. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan kerap tidak menyentuh akar persoalan dan justru menimbulkan resistensi sosial. Kedaulatan rakyat tidak hidup jika rakyat hanya dijadikan dekorasi proses kekuasaan.
Pemerintahan yang Tersandera Kepentingan Pejabat
Tantangan terbesar dalam mewujudkan kedaulatan rakyat adalah besarnya pengaruh pejabat, bisnis, dan kelompok berkekuatan finansial. Mereka memiliki akses lebih besar untuk memengaruhi arah kebijakan dibandingkan warga biasa. Keputusan strategis negara sering mencerminkan kepentingan pejabatini bukan suara mayoritas rakyat.
Dalam kondisi seperti ini, negara seolah bekerja untuk menjaga stabilitas pejabat, bukan kesejahteraan rakyat.
Kedaulatan yang Tergerus oleh Birokrasi dan Sentralisasi Keputusan
Kedaulatan rakyat memerlukan sistem pemerintahan yang responsif dan dekat dengan warga. Namun birokrasi yang lamban, hierarkis, dan terpusat membuat rakyat harus melalui proses panjang untuk menyampaikan aspirasi. Sementara itu, daerah yang seharusnya menjadi ruang ekspresi demokrasi sering kali dibelenggu oleh keterbatasan anggaran dan kewenangan. Kedaulatan tidak akan terwujud jika kekuasaan terlalu terpusat dan birokrasi tidak diperbaiki.
Dalam sistem demokrasi perwakilan, rakyat menyalurkan kehendaknya melalui wakil-wakil yang mereka pilih. Namun kenyataan menunjukkan bahwa tidak sedikit wakil rakyat yang akhirnya lebih dekat dengan kepentingan internal dibandingkan aspirasi konstituen. Akibatnya, representasi tidak lagi menjadi jembatan, tetapi justru menjadi jarak antara rakyat dan negara. Kedaulatan rakyat terancam ketika wakil rakyat tidak benar-benar menjadi suara rakyat.
Solusi: Mengembalikan Pemerintahan kepada Prinsip Kedaulatan Rakyat
Untuk memastikan kedaulatan rakyat bukan hanya konsep, tetapi praktik yang hidup, negara perlu mengambil langkah nyata. Pertama, pemerintahan harus membuka ruang partisipasi yang lebih luas dan substansial, sehingga rakyat dapat terlibat dalam penyusunan kebijakan, bukan hanya menilai setelah diterapkan. Kedua, transparansi publik harus menjadi standar, termasuk keterbukaan data, proses anggaran, dan evaluasi kebijakan yang bisa diakses semua warga. Ketiga, birokrasi perlu direformasi agar lebih cepat, dekat, dan melayani kebutuhan masyarakat dengan efektif. Keempat, representasi pemerintah harus dibenahi melalui mekanisme kontrol publik yang lebih kuat, memastikan wakil rakyat benar-benar menjalankan mandat rakyat. Kelima, pemerintah wajib menempatkan kepentingan rakyat sebagai pusat dari setiap kebijakan, bukan sebagai catatan kaki.
Dengan langkah-langkah ini, kedaulatan rakyat tidak hanya menjadi prinsip konstitusional, tetapi menjadi kenyataan dalam kehidupan bernegara.
Kesimpulan: Kedaulatan Rakyat Harus Diperjuangkan Setiap Hari
Kedaulatan rakyat bukan konsep yang otomatis hadir ia harus dipastikan melalui kepemimpinan yang berintegritas, kebijakan yang berpihak, dan partisipasi publik yang kuat.
Indonesia hanya akan menjadi negara demokratis yang sesungguhnya jika pemerintahan berjalan bersama rakyat, bukan di atas rakyat.
Kedaulatan rakyat bukan sekadar janji; ia adalah arah yang harus dijaga agar negara tetap berada di tangan pemiliknya: rakyat Indonesia.



