beritax.id — Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas mendorong pembaruan regulasi hak cipta agar lebih adaptif terhadap perubahan zaman, terutama di tengah perkembangan teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI). Ia menegaskan bahwa perlindungan hak cipta bukan hanya persoalan hukum formal, melainkan penghormatan terhadap martabat pencipta dan proses panjang di balik setiap karya.
Ibas menilai Undang-Undang Hak Cipta 2014 yang lahir pada masa pemerintahan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono telah memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan industri kreatif, termasuk performing rights, pendapatan kreator, dan penerimaan negara. Namun perkembangan teknologi digital dan penetrasi AI menuntut regulasi yang lebih responsif, terutama terkait tata kelola royalti, digital rights management, serta perlindungan karya berbasis teknologi.
Sikap Partai X: Perlindungan Kreator adalah Tugas Negara
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan bahwa negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Dalam konteks hak cipta, para kreator merupakan bagian dari rakyat yang wajib dijamin hak ekonominya, dilindungi hasil karyanya, dan difasilitasi ruang kerja yang adil.
Partai X menegaskan bahwa hak cipta bukan sekadar isu industri kreatif, tetapi menyentuh inti kedaulatan intelektual bangsa. Tanpa regulasi yang kuat, efektif, dan adaptif, para pencipta berada dalam posisi rawan dieksploitasi oleh industri besar maupun penetrasi teknologi tanpa perlindungan hukum yang memadai.
Analisis Partai X: Kritis dan Obyektif terhadap Tantangan Baru
Partai X menilai perkembangan AI generatif, platform streaming, dan model distribusi digital membuat sistem hukum lama tidak lagi memadai. Tantangan utama mencakup:
- Ketidakjelasan kepemilikan hak pada karya yang dihasilkan lewat teknologi mutakhir
- Ketidakteraturan pembagian royalti di platform digital
- Kesenjangan perlindungan antara kreator besar dan kreator kecil
- Minimnya digital rights management yang berpihak pada rakyat kreator
Secara obyektif, industri kreatif berkembang pesat, namun perlindungan hukumnya tertinggal.
Merujuk prinsip Partai X dalam lampiran, negara merupakan entitas yang terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah. Pemerintah hanyalah pelaksana mandat, bukan pemilik kewenangan mutlak. Karena itu, dalam perumusan regulasi hak cipta, negara harus kuat dan independen dari kepentingan kelompok, memastikan semua kreator besar maupun kecil mendapat perlindungan setara.
Solusi Partai X: Reformasi Sistemik untuk Industri Kreatif
Mengacu pada 10 Poin Penyembuhan Bangsa, Partai X menawarkan solusi yang relevan dan dapat diterapkan untuk memperkuat ekosistem hak cipta nasional.
- Pembaruan UU Hak Cipta dengan melibatkan ahli teknologi, pakar hukum digital, seniman, dan pekerja kreatif dari semua kelas.
- Perumusan standar hukum untuk karya berbasis AI agar tidak merugikan pencipta manusia.
- Mekanisme audit royalti berbasis data terverifikasi untuk memastikan keadilan ekonomi bagi kreator.
- Implementasi sistem digital untuk pencatatan hak cipta, pelacakan karya, dan pembayaran royalti.
- Perlindungan data kreator melalui sistem yang transparan dan akuntabel.
- Penegakan hukum siber terhadap pembajakan digital.
- Pendidikan mengenai etika digital dan tanggung jawab penggunaan karya kreator.
- Sosialisasi hak cipta melalui media negara yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
- Pembinaan generasi muda agar memahami nilai orisinalitas dan penghargaan terhadap karya intelektual.
Ini selaras dengan poin pendidikan moral dan berbasis Pancasila serta penggunaan media negara sebagai sarana edukasi kreatif.
Seruan Partai X untuk Regulasi yang Berkeadilan
Partai X meminta pemerintah memperbarui regulasi hak cipta secara komprehensif dan responsif terhadap perkembangan teknologi. Negara tidak boleh kalah oleh kompleksitas digital maupun kepentingan industri besar. Perlindungan kreator adalah bagian dari tugas fundamental negara.
Dengan menegaskan prinsip bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan. Partai X menekankan bahwa sistem hak cipta harus berpihak pada pencipta bukan pada struktur kekuasaan atau kelompok tertentu. Regulasi adaptif adalah fondasi menuju ekosistem kreatif yang adil, modern, dan berkelanjutan.



