beritax.id — Di tengah meningkatnya tantangan sosial, ekonomi, dan keamanan, publik justru disuguhi perdebatan yang tidak relevan, posting media sosial yang berlebihan. Serta aktivitas pencitraan yang menguras energi pejabat publik. Fenomena ini menunjukkan satu hal: pengabdian digeser oleh kepentingan visual dan popularitas.
Saat para pejabat berlomba-lomba tampil sempurna di depan kamera, rakyat tinggal menunggu kebijakan yang tak kunjung menyentuh kehidupan mereka. Di sinilah masalah besar muncul ketika pencitraan menjadi prioritas, pelayanan publik pasti menjadi korban.
Pejabat Sibuk Gaya, Rakyat Sibuk Menanggung Akibat
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa tugas negara itu tidak berubah sejak awal: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat .
Namun, ia menyoroti bahwa dalam kenyataannya, sebagian pejabat lebih fokus membangun popularitas ketimbang menjalankan tanggung jawab moralnya sebagai pelayan rakyat.
“Ketika pejabat lebih sibuk pencitraan daripada bekerja, maka negara kehilangan arah, dan rakyat yang menanggung akibatnya,” tegas Prayogi.
Ia mengingatkan bahwa masalah inti bukan hanya kurangnya profesionalitas. Tetapi juga melunturnya kesadaran pejabat bahwa jabatan adalah amanah, bukan panggung pertunjukan.
Prinsip Partai X: Pejabat Adalah Pelayan, Bukan Penguasa
Dalam prinsip Partai X secara tegas menyatakan:
“Rakyat adalah pemilik kedaulatan negara sehingga rakyat adalah raja.”
Pejabat hanyalah pelayan rakyat TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dalam konteks jabatan publik .
Pejabat tidak boleh menempatkan diri sebagai penguasa atau pemilik kekuasaan. Mereka hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi wewenang untuk membuat dan menjalankan kebijakan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan dan kesejahteraan rakyat .
Kasus korupsi, manipulasi kekuasaan, dan penyalahgunaan wewenang merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Pancasila. Serta bukti bahwa sebagian pejabat gagal menjadikan jabatan sebagai amanah pengabdian .
Partai X menekankan bahwa pejabat sejati negarawan adalah mereka yang bijaksana, visioner, dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya .
Bahaya Pencitraan yang Menggantikan Kinerja
Ketika pejabat lebih sibuk memperindah citra daripada memperbaiki kinerja, Partai X mencatat beberapa dampak serius:
- Kebijakan jadi reaktif, bukan berdasarkan kajian mendalam atau kepentingan rakyat.
- Pelayanan publik melemah karena energi pejabat habis untuk mempertahankan popularitas.
- Transparansi berkurang, karena pencitraan membutuhkan narasi, bukan data.
- Korupsi mudah terjadi, karena fokus bukan lagi pada akuntabilitas, tapi pada citra publik.
- Keadilan sosial makin jauh, karena pejabat tidak menjalankan tanggung jawab moral sesuai Pancasila sila ke-5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) .
Pencitraan pada akhirnya menciptakan ilusi kepemimpinan, tanpa substansi dan tanpa keberpihakan nyata pada rakyat.
Solusi Partai X: Mengembalikan Pejabat pada Fungsi Pengabdian
Berdasarkan Solusi Penyembuhan Bangsa dari dokumen Partai X. Ada langkah-langkah strategis yang relevan untuk menghentikan budaya pencitraan dan mengembalikan pejabat kepada misi pengabdian:
- Musyawarah Kenegarawanan Nasional
Mengumpulkan empat pilar bangsa (intelektual, agama, TNI/Polri, budaya) untuk menata ulang visi dan desain ketatanegaraan, sehingga pejabat tidak lagi bekerja untuk tampil baik tetapi untuk menghasilkan kebijakan yang benar . - Amandemen Kelima UUD 1945
Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mempertegas batas kekuasaan pejabat agar tidak mudah diselewengkan untuk kepentingan citra pribadi . - Pemisahan Tegas Negara dan Pemerintah
Agar ketika pejabat gagal, negara tetap berjalan dan tidak tenggelam oleh kegagalan personal ataupun pencitraan berlebihan pejabat tertentu . - Reformasi Hukum Berbasis Kepakaran
Untuk memastikan pejabat tidak bisa sembarangan bermanuver demi kepentingan populer atau citra, tetapi harus patuh pada hukum yang berbasis keadilan dan kepakaran . - Transformasi Birokrasi Digital
Dengan digitalisasi penuh, pejabat tidak bisa lagi berlindung di balik pencitraan karena seluruh proses akan transparan dan dapat diawasi publik . - Pendidikan Moral dan Berbasis Pancasila
Untuk memastikan generasi pemimpin masa depan memahami bahwa jabatan adalah pengabdian, bukan sarana tampil tenar atau menjadi selebritas.
Pencitraan dapat memikat kamera, tetapi pengabdianlah yang menyelamatkan bangsa. Partai X mengingatkan bahwa pejabat harus kembali pada makna dasar kekuasaan: melayani rakyat, bukan melayani ego atau kepentingan pencitraan.
Dan selama rakyat kritis, obyektif, serta menuntut transparansi, budaya pencitraan dapat dihentikan digantikan oleh budaya melayani.



