beritax.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi pengurangan kewajiban pembayaran pajak perusahaan atau wajib pajak pada 2016–2020, yang melibatkan oknum pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), bukan bagian dari program tax amnesty. Kasus ini juga menyeret lima pihak hingga dicegah ke luar negeri, termasuk mantan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Direktur Utama PT Djarum, Victor Rachmat Hartono.
Kejagung mengungkapkan bahwa dugaan tindak pidana korupsi terjadi melalui praktik suap dari wajib pajak kepada oknum pejabat pajak untuk memperkecil nilai pajak terutang. Selain pencegahan ke luar negeri, puluhan saksi telah diperiksa, mencakup pejabat DJP, pihak swasta, hingga petinggi perusahaan terkait.
PT Djarum menyatakan baru mengetahui kabar pencekalan tersebut dan menegaskan akan menghormati proses hukum.
Partai X: Negara Wajib Melindungi, Melayani, dan Mengatur Tanpa Diskriminasi
Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan bahwa kasus seperti ini menunjukkan lemahnya kontrol negara dalam sektor perpajakan. Ia mengingatkan bahwa tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat bukan melayani segelintir korporasi atau oknum pejabat.
Menurut prinsip Partai X, pemerintah bukan pemilik negara, melainkan hanya sebagian kecil rakyat yang diberi wewenang untuk membuat dan menjalankan kebijakan secara efektif, efisien, dan transparan demi kesejahteraan rakyat. Korupsi pajak, kata Rinto, adalah bentuk pengkhianatan terhadap kedaulatan rakyat karena pajak adalah tulang punggung pembangunan.
“Jika pejabat pajak bisa diperdagangkan, maka negara runtuh secara moral. Jangan sampai tax amnesty dijadikan tameng atau alibi untuk kejahatan fiskal,” tegasnya.
Kritik Partai X: Celah Sistemik di Perpajakan
Partai X menilai kasus ini mengungkap tiga persoalan mendasar dalam sistem perpajakan nasional:
a. Birokrasi yang Masih Rawan Korupsi
Kewenangan penilaian, pemeriksaan, dan kompensasi pajak terlalu bergantung pada pejabat tertentu, menciptakan ruang negosiasi ilegal.
b. Minimnya Pengawasan Internal yang Transparan
Sistem pengawasan berbasis dokumen fisik membuka peluang manipulasi dan suap.
c. Tax Amnesty yang Tidak Dibarengi Reformasi Struktural
Program pengampunan pajak seharusnya disertai penguatan integritas aparat; tanpa itu, justru menjadi celah penyimpangan.
Solusi Partai X: Reformasi Total Pengelolaan Pajak
Mengacu pada prinsip negara, pemerintahan, dan tata kelola efektif menurut Partai X, berikut solusi yang ditawarkan secara solutif:
1. Transformasi Birokrasi Pajak Berbasis Digital
Partai X mendorong digitalisasi penuh proses pemeriksaan dan penilaian pajak, sehingga interaksi langsung pejabat wajib pajak diminimalkan. Ini sesuai dengan poin reformasi birokrasi digital dari dokumen penyembuhan bangsa.
2. Audit Nasional atas Kebijakan Pengurangan Pajak 2016–2020
Negara harus melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh keputusan pengurangan pajak pada periode tersebut untuk menutup celah penyimpangan.
3. Pembentukan Dewan Pengamanan Fiskal Independen
Mengacu pada konsep bahwa negara dan pemerintah harus dipisahkan dalam fungsi pengawasan, Partai X mendorong lembaga independen yang mengawasi integritas fiskal negara tanpa intervensi.
4. Pendidikan Integritas dan Etika Kenegaraan bagi Aparat Pajak
Sebagai bagian dari tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, aparat wajib dibekali penguatan nilai Pancasila operasional agar tidak mudah tergoda kepentingan korporasi atau individu.
5. Rancangan Perubahan UU Perpajakan Berbasis Kepakaran
Partai X menegaskan perlunya penyusunan ulang norma perpajakan dengan pendekatan ilmiah, bukan kompromi. Ini sejalan dengan agenda reformasi hukum berbasis kepakaran.
Partai X menegaskan bahwa setiap rupiah pajak adalah amanah dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara. Karena itu, negara harus bertindak tegas, transparan, dan adil, tanpa pandang bulu apakah itu pejabat, korporasi raksasa, atau individu.
“Kalau pajak bisa dinegosiasikan, maka negara bekerja bukan untuk rakyat tetapi untuk oknum. Itu harus dihentikan,” tutup Rinto Setiyawan.



