beritax.id – Kedaulatan negara selama ini kerap dipahami hanya bisa runtuh akibat serangan atau penjajahan dari pihak asing. Namun realitas kontemporer menunjukkan bahaya lain yang lebih halus kedaulatan dapat hilang tanpa penjajahan fisik, cukup dengan melemahnya institusi negara, rapuhnya tata kelola pemerintahan, serta hilangnya prinsip dasar bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan.
Ketika negara gagal melindungi, melayani, dan mengatur rakyatnya, maka kedaulatan tidak lagi berada di tangan publik melainkan berpindah kepada kelompok pejabat, kepentingan ekonomi tertentu, atau bahkan kekuatan asing yang memengaruhi kebijakan dari balik layar.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, mengingatkan tiga tugas pokok negara: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Bila ketiga fungsi dasar ini melemah, maka hilangnya kedaulatan hanya tinggal menunggu waktu.
Kedaulatan Bukan Sekadar Simbol: Ini tentang Siapa yang Mengendalikan Negara
Dalam prinsip Partai X, negara terdiri dari tiga unsur wilayah, rakyat, dan pemerintah. Di antara ketiga unsur itu, rakyat adalah pemilik kedaulatan, sedangkan pemerintah hanyalah pelaksana kewenangan yang diberikan oleh rakyat secara terbatas, efektif, efisien, dan transparan .
Namun kedaulatan bangsa dapat terkikis ketika:
- pemerintah bertindak sebagai pemilik negara, bukan pelayan rakyat;
- pengambilan keputusan diwarnai kepentingan pejabat, bukan aspirasi publik;
- fungsi negara direduksi menjadi alat kekuasaan pejabat;
- kebijakan strategis ditentukan oleh transaksi, bukan amanat konstitusi.
Partai X menggunakan analogi bus yang sederhana tapi tepat rakyat adalah pemilik bus, sedangkan pemerintah hanyalah sopir. Jika sopir menguasai bus dan mengemudikannya sesuka hati, maka pemilik bus kehilangan kontrol. Inilah hilangnya kedaulatan bukan oleh penjajah, tetapi oleh penyimpangan mandat kekuasaan dari dalam negeri sendiri.
Tanda-Tanda Kedaulatan Mulai Hilang Tanpa Penjajahan
Partai X menegaskan bahwa lemahnya kedaulatan dapat dilihat dari berbagai fenomena:
- Pancasila dipakai sebagai slogan, bukan pedoman operasional negara.
- Regulasi dibuat bukan untuk rakyat, tetapi untuk kepentingan segelintir pejabat.
- Hukum tidak berpihak pada kebenaran, tetapi pada uang dan mayoritas.
- Generasi muda tidak memahami kedaulatan, karena pendidikan tidak pernah serius dilakukan.
- Pelayanan negara tidak merata, menunjukkan negara tidak menjalankan fungsinya secara lengkap.
Kedaulatan yang hilang tanpa penjajah adalah kedaulatan yang direbut oleh sentralisasi kekuasaan dan kelalaian pemerintah menjalankan mandat rakyat. Dalam kondisi ini, rakyat yang seharusnya menjadi “raja”, berubah menjadi penonton yang tidak berdaya. Padahal dokumen Partai X menegaskan: “Rakyat adalah pemilik kedaulatan negara sehingga rakyat adalah raja.”
Prinsip Partai X: Kedaulatan Harus Dipastikan Berada di Tangan Rakyat
Prinsip dasar Partai X memperlihatkan fondasi yang harus dijaga agar kedaulatan tidak hilang:
- Pemerintah bukan negara, melainkan sekelompok kecil rakyat yang diberi mandat sementara.
- Kedaulatan berada sepenuhnya pada rakyat, bukan pada pejabat atau partai.
- Politik adalah perjuangan menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan dan kesejahteraan rakyat.
- Negarawan adalah mereka yang memahami hakikat negara, bukan hanya memegang jabatan.
- Pancasila harus dioperasionalkan, bukan dipajang sebagai retorika.
Jika prinsip ini diabaikan, maka kedaulatan bisa hilang tanpa penjajah, karena yang mengambil alih negara justru pihak-pihak yang tidak memiliki legitimasi moral maupun konstitusional.
Solusi Partai X: Mengembalikan Kedaulatan ke Pangkuan Rakyat
Untuk memastikan kedaulatan tetap berada di tangan rakyat, Partai X mengajukan 10 langkah penyembuhan bangsa yang bersifat struktural dan sistemik. Seluruh langkah ini relevan dengan isu kedaulatan yang terancam dari dalam:
- Musyawarah Kenegarawanan Nasional melibatkan intelektual, agama, TNI/Polri, dan budaya untuk merancang struktur ketatanegaraan yang menjamin kedaulatan rakyat.
- Draft Amandemen Kelima UUD 1945 sebagai upaya mengembalikan desain negara sesuai kedaulatan rakyat.
- Pembentukan MPRS Sementara untuk mengawal transisi dan memastikan amandemen berjalan sesuai kepentingan rakyat.
- Pemisahan tegas antara negara dan pemerintah, agar negara tidak runtuh ketika pemerintah rusak atau gagal.
- Pemaknaan ulang Pancasila sebagai pedoman operasional, bukan sekadar jargon.
- Pembubaran dan verifikasi ulang partai yang tidak mendidik rakyat dan tidak menjaga fungsi kedaulatan.
- Reformasi hukum berbasis kepakaran, untuk memastikan hukum benar-benar menjadi penjaga kedaulatan rakyat.
- Transformasi birokrasi digital, menutup celah manipulasi dan menguatkan akuntabilitas negara.
- Pendidikan moral dan berbasis Pancasila, agar setiap warga memahami kedaulatan dan tanggung jawabnya.
- Penggunaan media negara sebagai sarana edukasi, memperkuat kesadaran publik tentang siapa yang seharusnya memegang kedaulatan.
Kesepuluh langkah ini bukan hanya respons terhadap masalah saat ini, tetapi juga strategi preventif untuk memastikan kedaulatan tidak lagi mudah direbut oleh kepentingan di luar kendali rakyat.
Penutup: Menjaga Kedaulatan Dimulai dari Menjaga Fungsi Negara
Kedaulatan tidak selalu hilang melalui penjajahan militer. Ia bisa hilang perlahan melalui pembusukan institusi, penyimpangan mandat pemerintah, dan hilangnya kesadaran rakyat akan hakikat kedaulatan itu sendiri.
Prayogi R. Saputra kembali mengingatkan esensi tugas negara: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat. Ketika negara tidak melakukan itu, maka kedaulatan tidak lagi berada di tangan rakyat.
Dengan prinsip yang jelas dan solusi struktural, Partai X menegaskan bahwa kedaulatan hanya dapat tetap terjaga bila negara kembali ditata sesuai nilai dasar: rakyat adalah raja, dan pejabat adalah pelayannya.



