beritax.id — DPR RI dan pemerintah menyepakati revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang memungkinkan penyidik melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri (PN) dalam kondisi mendesak. Namun, penyidik tetap wajib melaporkan tindakan itu ke PN paling lambat lima hari setelah pelaksanaan.
“Oke sepakat teman-teman?” ujar Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, saat memimpin rapat panitia kerja (Panja) RUU KUHAP bersama pemerintah, Kamis (13/11/2025).
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 112A draf RUU KUHAP, yang menjelaskan bahwa tindakan penyitaan tanpa izin hanya boleh dilakukan atas benda bergerak dan harus disertai pelaporan ke PN dalam waktu tertentu.
Adapun ayat (2) menguraikan kondisi mendesak, antara lain letak geografis sulit dijangkau, tertangkap tangan, upaya tersangka menghilangkan barang bukti, potensi ancaman keamanan nasional, hingga situasi mendesak berdasarkan penilaian penyidik.
Partai X: Kewenangan Penyidik Harus Tetap Dibatasi
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa perluasan kewenangan penyidik dalam melakukan penyitaan tanpa izin pengadilan berpotensi mengaburkan prinsip keadilan dan akuntabilitas hukum.
“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi jangan sampai atas nama darurat, hukum dibuat lentur dan rakyat kehilangan perlindungan,” kata Prayogi.
Ia mengingatkan bahwa sistem hukum Indonesia harus menegakkan prinsip checks and balances yang memastikan setiap tindakan aparat penegak hukum tetap terukur dan diawasi secara yudisial.
Menurutnya, pasal penyitaan tanpa izin PN harus dijaga agar tidak menjadi celah penyalahgunaan kekuasaan, terutama dalam konteks penegakan hukum yang sering disertai intervensi kekuasaan dan kriminalisasi warga.
“Penyidik boleh bertindak cepat, tapi bukan berarti bebas tanpa kendali. Hukum bukan alat kekuasaan, melainkan pagar bagi keadilan,” tegasnya.
Partai X Soroti Bahaya Judi Online dan Kelemahan Moral Penegak Hukum
Lebih jauh, Partai X juga menyoroti bahwa penegakan hukum di Indonesia kerap teralihkan oleh maraknya praktik judi online dan lemahnya keteladanan moral aparat. Menurut Partai X, persoalan hukum tidak hanya di tataran regulasi, tetapi juga moralitas penegak hukum itu sendiri.
“Bagaimana hukum bisa adil kalau penegaknya dibiarkan terlena dalam budaya permisif, sementara rakyat jadi korban praktik kotor digital seperti judi online?” ujar Prayogi.
Partai X menyerukan agar pemerintah dan DPR tidak hanya membahas revisi KUHAP secara teknis, tetapi juga menanamkan etika hukum dan moral publik dalam reformasi hukum nasional.
“Tanpa moralitas yang kuat, setiap revisi undang-undang hanya akan menjadi alat legitimasi bagi penyalahgunaan kekuasaan,” tegasnya.
Prinsip Partai X: Hukum untuk Rakyat, Bukan untuk Kekuasaan
Partai X berpandangan bahwa hukum sejati harus menegakkan keadilan substantif, bukan sekadar hukum prosedural. Prinsip hukum harus memastikan keamanan warga, kejelasan aturan, dan akuntabilitas penegak hukum.
Dalam prinsipnya, Partai X menegaskan bahwa setiap peraturan negara harus:
- Menjamin hak asasi dan kebebasan warga dari tindakan sewenang-wenang.
- Membangun mekanisme pengawasan publik terhadap setiap tindakan aparat.
- Mengutamakan transparansi dan tanggung jawab etis di atas efisiensi prosedural.
“Hukum bukan sekadar pasal-pasal, tapi janji negara kepada rakyatnya,” ujar Prayogi.
Solusi Partai X: Reformasi Etika dan Transparansi Hukum
Sebagai solusi, Partai X menawarkan langkah konkret untuk memastikan keadilan hukum yang berkeadaban:
- Penerapan audit etik dan profesionalitas penegak hukum melalui lembaga independen.
- Penguatan fungsi praperadilan agar dapat menilai semua bentuk penyitaan, termasuk dalam situasi darurat.
- Digitalisasi pengawasan penyidikan berbasis transparansi publik dengan rekam waktu dan lokasi setiap tindakan hukum.
- Kampanye moral hukum nasional yang menolak segala bentuk manipulasi hukum dan penyalahgunaan wewenang.
- Gerakan nasional anti-judi online untuk memulihkan fokus moral aparat dan kepercayaan publik terhadap hukum.
Partai X menutup sikapnya dengan penegasan: “Revisi KUHAP harus memperkuat keadilan, bukan melonggarkan hukum.”
Bagi Partai X, hukum yang baik adalah hukum yang melindungi rakyat, menegakkan kebenaran, dan membentuk keadaban nasional.
“Negara kuat bukan karena aparatnya berkuasa, tetapi karena hukumnya berkeadilan,” pungkas Prayogi R. Saputra.



