beritax.id — Komisi Hukum DPR dan pemerintah menyepakati revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mewajibkan pemeriksaan tersangka diawasi kamera pemantau atau CCTV. Kebijakan baru ini dituangkan dalam Pasal 31 Rancangan Undang-Undang KUHAP, yang disepakati oleh Panitia Kerja Komisi III DPR dan pemerintah pada Rabu, 12 November 2025.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menjelaskan bahwa keberadaan CCTV tak hanya untuk kepentingan penyidikan, tetapi juga dapat digunakan oleh tersangka atau terdakwa sebagai alat pembelaan hukum. “Dulu kamera pengawas hanya untuk penyidikan, padahal penting juga agar bisa diakses advokat. Ini biar fair, biar ada keseimbangan,” kata Habiburokhman di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2025).
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mendukung kebijakan ini dengan menegaskan bahwa penggunaan CCTV akan memberikan perlindungan berimbang bagi pelapor maupun terlapor. “Dengan kamera pengawas, semua pihak terlindungi secara adil,” ujarnya.
Partai X: Keadilan Harus Terang, Bukan Gelap Ruang Interogasi
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menyatakan dukungan atas kebijakan CCTV wajib dalam pemeriksaan tersangka. Menurutnya, pengawasan visual adalah bentuk revolusi etika penegakan hukum yang selama ini sering diselimuti praktik intimidasi dan kekerasan terselubung.
“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Dalam konteks hukum, melindungi berarti menjamin proses penyidikan berjalan manusiawi, transparan, dan berkeadilan,” tegas Prayogi.
Ia menilai, CCTV bukan hanya soal alat rekam, tetapi simbol keterbukaan hukum dan bentuk kontrol publik terhadap kekuasaan aparat. “Sudah terlalu lama ruang pemeriksaan jadi ruang gelap. Kini saatnya hukum diterangi oleh transparansi,” ujarnya.
Partai X menegaskan bahwa hak tersangka untuk mendapatkan pendampingan hukum harus dijalankan tanpa intimidasi, penyiksaan, atau manipulasi bukti. “Kamera bukan sekadar saksi elektronik, tapi penjaga moral aparat,” tambah Prayogi.
Revisi KUHAP Harus Jaga Keseimbangan antara Keadilan dan Kewenangan
Partai X mengingatkan agar revisi KUHAP tidak hanya memperkuat instrumen hukum bagi penyidik, tetapi juga menjamin perlindungan hak-hak tersangka dan korban secara seimbang.
“CCTV ini langkah maju, tapi jangan berhenti di situ. Semua proses hukum harus terekam, terdokumentasi, dan dapat diakses publik dalam koridor hukum,” ujar Prayogi.
Ia juga mendorong agar rekaman CCTV menjadi bagian dari bukti sah di pengadilan dan dapat digunakan baik oleh jaksa maupun advokat dalam proses pembelaan. “Keadilan hanya lahir ketika semua pihak memiliki akses yang sama terhadap kebenaran,” katanya menegaskan.
Prinsip Partai X: Hukum Adil, Terbuka, dan Manusiawi
Dalam kerangka prinsip perjuangannya, Partai X menegaskan bahwa sistem hukum yang adil harus berdiri di atas nilai keterbukaan, kemanusiaan, dan integritas.
Partai X meyakini hukum bukan alat kekuasaan, melainkan sarana memulihkan keseimbangan antara negara dan rakyat. Oleh karena itu, CCTV wajib bukan sekadar inovasi teknis, melainkan langkah moral untuk menjamin tidak ada lagi penyiksaan, pemerasan, atau manipulasi di balik meja interogasi.
“Hukum yang kuat bukan berarti hukum yang keras. Hukum yang kuat adalah hukum yang adil,” tutur Prayogi.
Solusi Partai X: Membangun Etika Digital dan Keadilan Progresif
Sebagai solusi konkret, Partai X mendorong penerapan sistem penegakan hukum berbasis teknologi etis dan pengawasan publik.
- Setiap ruang pemeriksaan harus dilengkapi CCTV aktif dengan akses pengawasan eksternal.
- Rekaman pemeriksaan harus disimpan minimal 5 tahun dan dapat diakses untuk keperluan pembelaan.
- Penguatan integritas aparat hukum melalui pendidikan moral dan pelatihan etika digital.
- Sanksi tegas bagi aparat yang memanipulasi atau menghilangkan rekaman.
- Integrasi sistem pengawasan digital nasional untuk mencegah pelanggaran hukum di lembaga penegak hukum.
“Negara adil bukan hanya karena punya hukum, tapi karena hukum dijalankan dengan hati nurani,” pungkas Prayogi.



