beritax.id — Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan kembali hakikat tugas negara yang sejati sebagaimana termaktub dalam konstitusi. Ia menegaskan bahwa tugas negara bukan sekadar menjalankan urusan administratif, melainkan melindungi, melayani, dan mengatur rakyat dengan keberpihakan yang tegas terhadap kepentingan nasional. Menurutnya, praktik diplomasi Indonesia di era modern sering kali kehilangan arah. Karena lebih mengutamakan hubungan personal antar pejabat daripada kepentingan strategis bangsa.
Diplomasi yang seharusnya menjadi alat perjuangan pemerintahan luar negeri kini cenderung berubah menjadi panggung seremonial tanpa hasil nyata bagi rakyat.
Diplomasi Harus Mengabdi Pada Kedaulatan Rakyat
Partai X menegaskan bahwa diplomasi sejati harus berpijak pada kedaulatan rakyat, bukan pada kepentingan individu atau kelompok kekuasaan. Dalam pandangan Partai X, negara adalah entitas yang terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah, di mana pemerintah hanyalah sebagian kecil dari rakyat yang diberi mandat untuk membuat kebijakan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan dan kesejahteraan bersama.
“Diplomasi adalah wajah negara di mata dunia. Kalau diplomasi hanya memperjuangkan posisi pejabat, maka wajah bangsa menjadi kabur,” tegas Rinto.
Menurutnya, diplomasi harus digunakan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, bukan bangsa yang mencari pengakuan. Setiap langkah diplomasi luar negeri harus memiliki manfaat konkret bagi rakyat, baik dalam bentuk kerja sama ekonomi yang berpihak, perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia, maupun kemandirian energi dan pangan.
Pemerintahan Luar Negeri Bukan Alat Citra Pejabat
Partai X menilai bahwa diplomasi yang sejati tidak diukur dari seberapa sering pejabat bertemu di forum internasional, melainkan seberapa besar hasil nyata yang diterima rakyat. Diplomasi tidak boleh dijadikan alat untuk membangun citra individu, apalagi untuk memperluas jejaring kekuasaan.
Dalam prinsip Partai X, pemerintah adalah pelayan rakyat, bukan pejabat yang menggunakan jabatan untuk kepentingan diri. Karena itu, setiap kebijakan luar negeri harus didasari oleh tanggung jawab moral dan keberpihakan terhadap rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara.
Rinto menambahkan, diplomasi yang berorientasi pada rakyat akan menghasilkan kepercayaan internasional yang sejati. “Bangsa yang kuat bukan yang disukai pejabat asing, tetapi yang dihormati karena berdaulat,” ujarnya.
Prinsip Partai X: Negara Harus Berdiri di Atas Nilai, Bukan Kekuasaan
Dalam dokumen prinsipnya, Partai X menegaskan bahwa politik adalah perjuangan untuk mendapatkan dan menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan dan kesejahteraan rakyat. Diplomasi, sebagai bagian dari pemerintahan luar negeri, harus mengikuti nilai ini.
Ketika diplomasi berpijak pada nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keadilan sebagaimana termaktub dalam Pancasila, maka arah kebijakan luar negeri akan menegakkan martabat bangsa. Ketuhanan memberi dasar moral bagi setiap tindakan. Kemanusiaan menegaskan pentingnya keadilan global. Persatuan Indonesia menjadi dasar bahwa diplomasi harus memperkuat solidaritas nasional.
Partai X menilai, saat ini bangsa ini tengah diuji antara memilih diplomasi yang berdaulat atau diplomasi yang tunduk pada kepentingan asing. Karena itu, Partai X menyerukan agar seluruh pejabat negara menempatkan Pancasila sebagai pedoman operasional dalam setiap langkah diplomatik.
“Diplomasi yang kehilangan nilai akan kehilangan arah. Kita harus kembali ke nilai-nilai Pancasila agar setiap kebijakan luar negeri membawa manfaat nyata bagi rakyat,” tegas Rinto.
Solusi Partai X: Menata Ulang Arah Diplomasi Nasional
Sebagai solusi, Partai X menawarkan langkah strategis untuk mengembalikan diplomasi nasional kepada jalur kerakyatan dan kedaulatan.
Pertama, Musyawarah Kenegarawanan Nasional perlu digelar dengan melibatkan empat pilar bangsa kaum intelektual, agama, TNI/Polri, dan budaya. Hal ini untuk meninjau ulang arah pemerintahan luar negeri Indonesia agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan kepentingan nasional.
Kedua, Partai X mendorong Amandemen Kelima UUD 1945 untuk menegaskan kembali peran rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara. Diplomasi harus dimandatkan bukan untuk memperkuat rezim, tetapi untuk memperkuat rakyat dan negara.
Ketiga, pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) diperlukan untuk mengawal transisi sistem kenegaraan agar diplomasi nasional tidak lagi dikendalikan oleh kepentingan jangka pendek.
Selain itu, Partai X menekankan pentingnya reformasi hukum berbasis kepakaran dan digitalisasi birokrasi diplomatik. Agar setiap perjanjian internasional dilakukan secara transparan dan akuntabel. Seluruh perjanjian kerja sama luar negeri harus terbuka bagi publik untuk menghindari manipulasi dan penyimpangan kepentingan.
Partai X juga mendorong pendidikan moral dan berbasis Pancasila di kalangan diplomat dan pejabat publik. Hal ini diperlukan agar para pengambil kebijakan memahami bahwa diplomasi bukan ruang untuk mencari kekuasaan, melainkan panggung pengabdian bagi bangsa dan rakyat.
Partai X: Diplomasi Harus Melayani Rakyat, Bukan Kekuasaan
Partai X menegaskan bahwa diplomasi sejati adalah diplomasi yang melayani rakyat, bukan pejabat. Kekuatan bangsa ini tidak terletak pada lobi-lobi di forum internasional, tetapi pada konsistensi dalam memperjuangkan keadilan, kesejahteraan, dan kedaulatan rakyat.
“Diplomasi bukan untuk memamerkan kekuasaan, tapi untuk memastikan rakyat terlindungi, ekonomi berdaulat, dan bangsa dihormati,” ujar Rinto menutup pernyataannya.
Dalam semangat kritis, obyektif, dan solutif, Partai X menyerukan agar setiap kebijakan luar negeri diarahkan untuk memperkuat posisi rakyat sebagai pemilik sejati kedaulatan negara. Karena diplomasi yang berdiri di atas kepentingan rakyat akan membawa bangsa ini menuju kemandirian sejati bangsa yang bermartabat, berdaulat, dan dihormati di mata dunia.



