beritax.id — Permusyawaratan adalah ruh demokrasi Indonesia, bukan sekadar prosedur. Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa bangsa ini harus kembali pada semangat musyawarah yang berjiwa kebijaksanaan. “Musyawarah tanpa hikmat hanya melahirkan kompromi, bukan keputusan yang adil bagi rakyat,” ujarnya.
Menurut Prayogi, praktik demokrasi saat ini telah kehilangan kedalaman moral dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Ia menilai, banyak keputusan publik kini diwarnai oleh kepentingan kelompok, bukan kebijaksanaan yang lahir dari nurani rakyat.
Krisis Kebijaksanaan dalam Proses Demokrasi
Prayogi menyoroti bahwa demokrasi Indonesia semakin pragmatis. Musyawarah sering kali hanya formalitas untuk melegitimasi keputusan yang sudah disepakati segelintir individu. Padahal, para pendiri bangsa menempatkan hikmat kebijaksanaan sebagai unsur utama dalam sila keempat Pancasila.
“Bangsa ini membutuhkan kebijaksanaan, bukan sekadar mayoritas suara,” tegasnya.
Ia menambahkan, kebijaksanaan adalah kemampuan menimbang dengan nurani dan akal sehat demi kemaslahatan rakyat banyak.
Tugas negara, kata Prayogi, ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Namun, tanpa kebijaksanaan, tiga tugas itu akan berubah menjadi alat kontrol kekuasaan, bukan sarana kesejahteraan.
Prinsip Partai X: Musyawarah yang Mengutamakan Kebenaran dan Rakyat
Bagi Partai X, musyawarah bukan sekadar forum, tetapi proses spiritual dan moral untuk menemukan kebenaran bersama. Kebijaksanaan harus menjadi dasar setiap keputusan negara agar keadilan tidak dikorbankan oleh kepentingan sesaat. “Permusyawaratan sejati menuntut pemimpin mendengar dengan hati, bukan hanya menghitung suara,” ujar Prayogi.
Partai X menekankan pentingnya membangun budaya musyawarah yang terbuka, partisipatif, dan berbasis pengetahuan. Musyawarah yang sejati, katanya, hanya bisa lahir dari niat melayani rakyat, bukan menguasainya. “Negara besar ini akan maju bila rakyat dilibatkan dalam setiap keputusan yang menyangkut hidupnya,” lanjutnya.
Solusi Partai X: Mengembalikan Hikmat sebagai Jiwa Permusyawaratan
Untuk menghidupkan kembali semangat hikmat kebijaksanaan dalam sistem negara, Partai X mengajukan tiga langkah nyata:
- Revitalisasi Lembaga Permusyawaratan Rakyat.
 Lembaga permusyawaratan harus berfungsi sebagai penjaga moral kebangsaan, bukan alat kekuasaan.
- Pendidikan Berbasis Etika dan Nalar.
 Partai X menilai rakyat harus dididik untuk berpikir kritis dan arif dalam menilai kebijakan publik.
- Penerapan Sistem Musyawarah Digital Terbuka.
 Pemerintah dan parlemen harus membuka kanal konsultasi publik berbasis teknologi agar suara rakyat benar-benar terdengar.
“Musyawarah sejati menuntut kebijaksanaan, transparansi, dan keberanian untuk memilih yang benar meski tidak populer,” tegas Prayogi.
Penutup: Negara Bijak, Rakyat Berdaulat
Prayogi R. Saputra mengingatkan bahwa hikmat kebijaksanaan adalah jembatan antara kedaulatan rakyat dan tanggung jawab negara. Tanpa hikmat, demokrasi hanya menjadi ritual tanpa makna moral. “Rakyat harus menjadi subjek musyawarah, bukan sekadar objek keputusan,” katanya.
Ia menegaskan, negara bijak bukan yang banyak berdebat, tapi yang mampu mendengar dengan rendah hati dan memutuskan dengan adil. Permusyawaratan yang berjiwa kebijaksanaan bukan hanya warisan pendiri bangsa, tetapi jalan untuk menyembuhkan demokrasi yang lelah.
“Partai X percaya, hanya dengan hikmat kebijaksanaan yang hidup dalam permusyawaratan, Indonesia bisa menjadi bangsa yang benar-benar beradab,” tutup Prayogi.
 
  
 
 
 
 
  
 

 
  
  
 