beritax.id — Dalam hiruk-pikuk pemerintahan modern, nilai Ketuhanan yang Maha Esa sering kali terpinggirkan dari praktik bernegara. Padahal, sila pertama Pancasila bukan sekadar doktrin keagamaan, melainkan landasan moral dan etika dalam menjalankan kekuasaan. Bangsa yang mengabaikan Tuhan dalam bernegara akan kehilangan arah, karena kekuasaan tanpa moral hanya melahirkan keserakahan.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan pentingnya mengembalikan politik Indonesia pada nilai Ketuhanan. Ia mengingatkan bahwa tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Krisis Etika dalam Praktik Kekuasaan
Fenomena praktik uang, manipulasi hukum, dan perilaku elitis di panggung kekuasaan menunjukkan keringnya nilai moral. Ketika agama dijadikan alat legitimasi, bukan pedoman etika, maka nilai Ketuhanan berubah menjadi komoditas kekuasaan. Prayogi menilai hal ini berbahaya karena memisahkan kekuasaan dari tanggung jawab spiritual dan moral.
Etika publik harus bersumber dari kesadaran bahwa setiap jabatan adalah amanah, bukan hak istimewa.
Partai X menegaskan bahwa nilai Ketuhanan yang Maha Esa harus menjadi kompas etika dalam setiap kebijakan negara. Bagi Partai X, pemerintahan bukan arena persaingan, melainkan wahana pelayanan bagi seluruh rakyat Indonesia. “Negara harus berjiwa ilahiah. Pemimpinnya wajib tunduk pada nilai moral universal, bukan pada kepentingan pribadi,” ujar Prayogi.
Prinsip Partai X berpijak pada keyakinan bahwa manusia adalah makhluk bermartabat ciptaan Tuhan. Karena itu, setiap kebijakan publik harus menghormati martabat manusia dan keadilan sosial. Kebijakan yang menindas rakyat sama artinya menyalahi nilai Ketuhanan.
Solusi Partai X: Menghidupkan Etika Ilahiah dalam Tata Kelola Negara
Untuk mengembalikan ruh Ketuhanan dalam pemerintahan, Partai X mengajukan tiga langkah solutif dan sistemik:
- Pendidikan Etika Kenegaraan Berbasis Ketuhanan.
Setiap calon pejabat publik wajib menjalani pendidikan etika spiritual sebelum memegang jabatan. Tujuannya agar setiap keputusan berpihak pada kebenaran dan kemaslahatan. - Kebijakan Berorientasi Moral Publik.
Setiap rancangan undang-undang harus diuji nilai moralnya, bukan hanya aspek hukum dan ekonomi. Dengan begitu, kebijakan negara tak akan menyimpang dari nilai kemanusiaan dan keadilan. - Transparansi dan Integritas Sebagai Ibadah.
Pengelolaan keuangan negara dan pelayanan publik harus dipahami sebagai bagian dari tanggung jawab spiritual. “Bekerja untuk rakyat adalah ibadah, bukan bisnis kekuasaan,” ujar Prayogi menegaskan.
Dengan solusi tersebut, Partai X ingin membangun sistem yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beradab dan bermoral. “Negara yang berketuhanan akan menolak kezaliman, karena keadilan lahir dari kesadaran spiritual,” tambahnya.
Penutup: Saatnya Pemerintahan Bertemu dengan Moral
Prayogi R. Saputra mengajak seluruh pemimpin bangsa untuk menjadikan Ketuhanan yang Maha Esa sebagai fondasi etika bernegara. Ia menegaskan bahwa kemajuan bangsa tidak hanya diukur dari ekonomi, tetapi dari moral dan kejujuran pemimpinnya. “Ketuhanan harus menjadi pusat kesadaran kita. Tanpa itu, kekuasaan hanyalah topeng untuk menutupi keserakahan,” ujarnya.
Partai X percaya, hanya dengan mengembalikan nilai Ketuhanan ke dalam sistem, bangsa ini dapat melahirkan pemimpin yang berjiwa negarawan. Bangsa yang besar bukan bangsa yang kaya, melainkan bangsa yang takut berbuat zalim karena sadar Tuhan selalu mengawasi.



