Oleh : Fajar Riswandi
Di tengah gembar-gembor peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, sering kali terlupakan satu aspek krusial, yaitu perlindungan hukum bagi wajib pajak (WP). Ironisnya, dalam sistem perpajakan yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan, WP justru sering menjadi pihak yang lemah dan rentan, terutama ketika terjadi sengketa dengan otoritas pajak.
Sengketa pajak yang melibatkan perbedaan interpretasi atau perhitungan antara WP dan fiskus sebenarnya merupakan hal yang lumrah. Namun, dalam praktiknya, mencari keadilan dalam sengketa pajak bukanlah perkara mudah. Kompleksitas peraturan, ketimpangan posisi antara WP dan fiskus, serta panjangnya proses penyelesaian perkara sering membuat perjuangan memperoleh keadilan terasa seperti perjalanan yang melelahkan.
Biasanya, sengketa pajak bermula dari hasil pemeriksaan yang berujung pada penerbitan surat ketetapan pajak. Pada tahap ini, fiskus memegang hampir semua data, analisis, dan narasi temuan. Akibatnya, WP sering kali berada pada posisi yang sulit untuk membantah hasil pemeriksaan tersebut.
KETIMPANGAN POSISI ANTARA WP DAN FISKUS
Keterbatasan Akses dan Informasi
Salah satu persoalan utama dalam sengketa pajak adalah minimnya akses terhadap informasi dan bantuan hukum bagi WP. Secara konseptual, hubungan antara WP dan otoritas pajak didasarkan pada asas equality before the law. Akan tetapi, kenyataannya tidak selalu demikian.
Dalam praktiknya, fiskus memiliki posisi yang jauh lebih dominan. Mereka didukung oleh kewenangan administratif, akses data yang luas, serta pemahaman teknis yang mendalam terhadap peraturan perpajakan. Sebaliknya, WP sering kali berada pada posisi defensif karena keterbatasan informasi dan sumber daya.
Independensi Pengadilan Pajak yang Dipertanyakan
Selain itu, independensi pengadilan pajak juga kerap menjadi sorotan. Meskipun secara formal pengadilan pajak bersifat independen, banyak pihak menilai bahwa lembaga ini belum sepenuhnya bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif. Kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan semakin memperkuat persepsi bahwa pengadilan pajak tidak berpihak pada WP.
Bahkan sebelum perkara sampai ke tahap peradilan, proses keberatan di tingkat Direktorat Jenderal Pajak (KPP/Kanwil) sering dianggap tidak sepenuhnya netral. Hal ini karena keputusan keberatan masih berada di bawah institusi yang sama dengan pihak yang menerbitkan ketetapan pajak. Akibatnya, muncul kesan bahwa WP “berjuang di kandang lawan”.
Konsekuensinya, banyak WP merasa tidak memiliki harapan untuk memperoleh keadilan dalam sengketa pajak. Mereka merasa seolah berhadapan dengan tembok kokoh tanpa celah untuk ditembus. Situasi ini, pada akhirnya, menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan nasional.
PERLINDUNGAN ATAS HAK-HAK WAJIB PAJAK
Kelemahan dalam Prosedur Penagihan Pajak
Minimnya perlindungan hukum bagi WP juga terlihat dalam pelaksanaan tindakan penagihan pajak. Misalnya, tindakan penyitaan atau bahkan penyanderaan pajak (gijzeling) dapat dilakukan berdasarkan ketetapan yang kemudian terbukti tidak sah di kemudian hari.
Sayangnya, mekanisme pemulihan hak bagi WP atas kerugian yang timbul akibat tindakan tersebut sering kali tidak jelas. Tidak jarang, WP yang telah memenangkan sengketa masih harus berjuang untuk mendapatkan pengembalian biaya atau bunga atas pembayaran pajak yang sebenarnya tidak terutang.
Langkah Reformasi yang Diperlukan
Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan upaya komprehensif guna memperkuat perlindungan hukum bagi WP. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan antara lain:
- Meningkatkan sosialisasi dan edukasi tentang hak-hak WP agar mereka memahami posisi dan mekanisme perlindungan yang tersedia.
- Membentuk lembaga bantuan hukum khusus yang menangani sengketa pajak, sehingga WP memiliki akses terhadap pendampingan profesional.
- Melakukan reformasi pengadilan pajak untuk menjamin independensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap putusan.
Dengan memperkuat perlindungan hukum bagi WP, kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan akan meningkat. Akibatnya, tingkat kepatuhan pajak juga akan naik, dan penerimaan negara dapat terus tumbuh secara berkelanjutan.
Pada akhirnya, keadilan dalam sistem perpajakan bukan hanya menjadi hak setiap WP, tetapi juga fondasi penting bagi pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.