beritax.id — Langkah Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menertibkan penggunaan sirene dan strobo menuai apresiasi publik. Kebijakan tersebut dinilai sebagai koreksi internal demi mengembalikan fungsi isyarat prioritas sesuai hukum dan etika. Penertiban ini dianggap sebagai bentuk komitmen Polri dalam menciptakan jalan raya yang lebih tertib dan manusiawi.
Sikap Partai X: Kekuasaan Bukan Simbol, Tapi Tanggung Jawab
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa negara tidak boleh membiarkan simbol kekuasaan melukai rasa keadilan rakyat.
“Tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika simbol kekuasaan digunakan sewenang-wenang di jalan raya, itu sama saja mengkhianati tiga tugas utama negara,” ujarnya.
Menurut Rinto, sirene dan strobo seharusnya menjadi lambang tanggung jawab, bukan keistimewaan. Rakyat berhak mendapatkan rasa aman dan setara di jalan umum tanpa takut disingkirkan oleh kendaraan pejabat.
Kritik Partai X: Keadilan Harus Terlihat di Jalan Raya
Partai X menilai, ketertiban lalu lintas bukan hanya soal teknis, tapi juga moral kenegaraan. Ketika aparat menertibkan penggunaan sirene dan strobo, sesungguhnya negara sedang menegakkan prinsip keadilan sosial dalam ruang paling nyata: jalan raya.
“Jika hukum di jalan saja tidak adil, bagaimana rakyat percaya hukum di pengadilan?” tegas Rinto.
Dalam pandangan Partai X, pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi kewenangan oleh seluruh rakyat untuk menjalankan kebijakan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Negara, dalam filosofi Partai X, ibarat bus rakyat adalah penumpang, pemerintah adalah sopir, dan kepala negara adalah pemiliknya. Sopir tidak boleh ugal-ugalan hanya karena merasa berkuasa. Ia wajib membawa seluruh rakyat menuju tujuan bersama: kesejahteraan dan keadilan.
Solusi Partai X: Disiplin Hukum dan Keteladanan Pejabat
Partai X menawarkan solusi untuk memperkuat keadilan dan kedisiplinan publik:
- Reformasi hukum berbasis kepakaran, agar penegakan aturan transportasi dan kedisiplinan publik berjalan adil dan bebas intervensi.
- Transformasi birokrasi digital, termasuk penegakan hukum lalu lintas berbasis data agar tak ada lagi diskriminasi di jalan.
- Pendidikan moral kenegaraan untuk aparatur dan pejabat. Agar memahami bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan hak istimewa.
- Pemaknaan ulang Pancasila sebagai pedoman operasional, bukan slogan khususnya dalam penerapan sila kedua dan kelima: Kemanusiaan yang adil dan beradab, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Partai X menegaskan, kebijakan Korlantas ini adalah langkah kecil menuju keadilan besar.
“Ketertiban di jalan mencerminkan ketertiban dalam pemerintahan. Negara yang adil dimulai dari hal sederhana menghargai hak sesama pengguna jalan,” pungkas Rinto Setiyawan.