beritax.id — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan pentingnya konstitusi sebagai pengatur utama sumber hukum di Indonesia. Ia menyebut, kewajiban konstitusional pemerintah bukan memilih satu jalur reformasi hukum, tetapi mengorkestrasi semuanya secara adil. Menurut Yusril, sistem hukum Indonesia berdiri di atas tiga pilar besar hukum barat, hukum Islam, dan hukum adat. Ketiganya harus diharmonikan agar mencerminkan keadilan yang hidup di tengah masyarakat.
Yusril mengatakan, perjalanan reformasi hukum masih panjang karena masih ditemukan kesenjangan antara hukum formal dan rasa keadilan rakyat. Ia menegaskan, hukum seharusnya hadir untuk manusia, bukan manusia tunduk kepada hukum yang kaku. “Keadilan tidak selalu lahir dari prosedur formal, tetapi dari keberanian memastikan keadilan substantif,” ujarnya di Universitas Andalas, Padang.
Tugas Negara: Melindungi, Melayani, dan Mengatur Rakyat
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan kembali tiga tugas utama negara dalam membangun keadilan hukum. “Tugas negara itu tiga,” katanya, “melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.” Ia menilai, tanpa tiga prinsip dasar ini, hukum hanya menjadi alat penguasa, bukan pelindung rakyat.
Menurutnya, tugas pemerintah bukan sekadar mengorkestrasi hukum, tetapi memastikan hukum menjadi sarana kesejahteraan sosial. “Kalau hukum tidak bisa melindungi rakyat, maka konstitusi kehilangan jiwanya,” tegas Rinto. Ia mengingatkan, hukum harus berpihak pada rakyat yang menjadi pemilik sah kedaulatan negara, bukan kepada pejabat atau kelompok ekonomi kuat.
Keadilan Sosial Harus Jadi Tujuan Hukum
Partai X menilai, hukum yang baik tidak hanya menegakkan prosedur, tetapi juga menegakkan nilai-nilai keadilan sosial. Menurut Rinto, konstitusi dan sistem hukum Indonesia seharusnya menjamin pemerataan kesejahteraan, bukan memperluas ketimpangan. “Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujarnya.
Ia menambahkan, hukum harus menjadi instrumen moral yang memastikan setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap keadilan. Keadilan sosial, kata Rinto, bukanlah cita-cita abstrak, melainkan tugas praktis negara dalam melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan. “Hukum yang benar adalah hukum yang hidup di hati rakyat, bukan hanya di lembaran undang-undang,” tambahnya.
Kritik Partai X: Reformasi Hukum Harus Menyentuh Rakyat
Partai X mengingatkan bahwa reformasi hukum jangan berhenti pada tataran seminar dan diskusi akademik. Menurut Rinto, yang lebih penting adalah implementasi yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. “Hukum yang hebat di atas kertas tapi gagal di lapangan hanya menambah frustrasi sosial,” ujarnya.
Ia menilai, keberhasilan reformasi hukum bukan diukur dari jumlah undang-undang, tetapi dari seberapa banyak rakyat merasa terlindungi. Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk memperkuat integritas aparat penegak hukum dan menutup ruang korupsi di sektor peradilan. “Rakyat tidak butuh hukum yang indah dibaca, tapi hukum yang tegas melindungi,” tegasnya.
Solusi Partai X: Negara Hukum yang Efektif, Efisien, dan Transparan
Sesuai dengan prinsip Partai X, pemerintah adalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat untuk menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan. Negara harus memastikan hukum menjadi sarana mewujudkan keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat, bukan instrumen kekuasaan.
Partai X menawarkan beberapa solusi konkret untuk memperbaiki sistem hukum nasional. Pertama, reformasi hukum berbasis kepakaran, untuk memastikan hukum dibuat oleh ahli yang berintegritas dan berpihak pada kebenaran, bukan kepentingan sesaat. Kedua, transformasi birokrasi digital, agar proses hukum lebih transparan dan terhindar dari manipulasi manual. Ketiga, musyawarah kenegarawanan nasional, melibatkan intelektual, tokoh agama, budaya, dan aparat negara untuk merancang sistem hukum yang selaras dengan nilai Pancasila. Keempat, pendidikan moral dan berbasis Pancasila, agar generasi muda memahami keadilan sebagai cita-cita bersama. Kelima, pemisahan tegas antara negara dan pemerintah, supaya hukum tidak tunduk pada kekuasaan, melainkan berdiri di atas rakyat.
Menegakkan Hukum, Menegakkan Keadilan
Rinto menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa keadilan sosial harus menjadi roh dari setiap sistem hukum. “Hukum tanpa keadilan hanyalah alat administrasi kekuasaan,” ujarnya. Ia menekankan bahwa hukum yang sejati adalah hukum yang melayani manusia dan menjamin kesejahteraan rakyat.
“Negara harus hadir untuk melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara adil,” tegasnya. Menurutnya, bila hukum kehilangan keberpihakannya pada rakyat, maka konstitusi kehilangan makna moralnya. “Menegakkan hukum berarti menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Rinto.



