Oleh: Rinto Setiyawan
Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia
Anggota Majelis Tinggi Partai X
Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute
Memahami Kembali Hakikat Kedaulatan Rakyat di Usia 80 Tahun Kemerdekaan
beritax.id – Di tengah perayaan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, kita perlu berhenti sejenak dan bertanya, siapa sebenarnya “bos” di negeri ini? Apakah Presiden? Apakah Menteri Keuangan? Atau apakah Direktur Jenderal Pajak? Atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi?
Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 tegas menyebutkan: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Ini berarti seluruh kekuasaan negara, mulai dari presiden, menteri, hingga pejabat desa, bersumber dari mandat rakyat. Mereka hanyalah pelaksana tugas yang digaji dan difasilitasi menggunakan uang rakyat.
Fakta yang sering dilupakan adalah 82 persen APBN berasal dari pajak. Sisanya berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan hibah. Artinya, hampir seluruh belanja negara, mulai dari gaji pejabat, perjalanan dinas, fasilitas mewah. Hingga pembangunan infrastruktur, dibiayai langsung dari kantong rakyat. Dari Pajak Penghasilan yang dipotong setiap bulan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saat kita berbelanja. Hingga pajak kendaraan dan cukai yang kita bayar setiap tahun, semuanya mengalir ke kas negara.
Wajib Pajak adalah Bos, Pemerintah adalah Karyawan
Dengan logika sederhana wajib pajak adalah bos, pemerintah adalah karyawan. Presiden, menteri, gubernur, bupati, hingga direktur jenderal di kementerian, bekerja menggunakan dana yang bersumber dari rakyat. Mereka ada untuk melayani, bukan untuk menguasai.
Sayangnya, hubungan kuasa ini sering terbalik di lapangan. Tidak sedikit pejabat yang bersikap seolah rakyatlah yang harus tunduk tanpa kritik, bahkan ketika kebijakan yang diambil jelas-jelas merugikan. Padahal, dalam sistem republik, pejabat adalah pelayan publik. Mereka diangkat untuk menjalankan amanat rakyat, bukan memaksakan kehendak yang memberatkan rakyat.
Kita juga harus mengingat, tujuan negara yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan kesejahteraan umum. Jika kebijakan pajak dan anggaran justru menambah beban hidup, menggerus daya beli, atau menciptakan ketidakadilan sosial, maka itu adalah bentuk pengingkaran terhadap konstitusi.
Kesadaran bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan harus menjadi panduan moral dan hukum bagi semua pejabat negara. Di usia 80 tahun kemerdekaan, pemahaman ini perlu ditegaskan kembali. Sebab tanpa kesadaran ini, kemerdekaan yang kita rayakan setiap 17 Agustus hanya akan menjadi ritual tahunan, bukan cermin dari kedaulatan rakyat yang sejati.