beritax.id – Mahkamah Konstitusi (MK) akan melanjutkan sidang pleno untuk lima perkara uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU TNI. Ketua MK Suhartoyo menyampaikan, sidang pleno lanjutan akan digelar pada Senin, 23 Juni 2025, untuk mendengarkan keterangan pemerintah dan Presiden.
Perkara yang disidangkan yakni Perkara Nomor 45, 56, 69, 75, dan 81. Sebagian besar pemohon merupakan mahasiswa fakultas hukum dari berbagai universitas, serta lembaga masyarakat sipil. Sementara itu, lima perkara lainnya telah diputus tidak dapat diterima karena dinilai tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).
Keterlibatan Mahasiswa dan LSM Menunjukkan Kegelisahan Konstitusional
Para pemohon dari kalangan mahasiswa Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjadjaran, hingga lembaga seperti YLBHI, Imparsial, dan KontraS.
Mereka menilai revisi UU TNI telah menyimpang dari prinsip dasar konstitusi dan membahayakan tatanan demokrasi sipil. Gugatan mereka menunjukkan bahwa rakyat sipil, terutama generasi muda, tak tinggal diam melihat arah militerisasi dalam kebijakan sipil.
Partai X: UU TNI Harus Tunduk pada Konstitusi, Bukan Kepentingan Kekuasaan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai bahwa UU TNI saat ini menyimpan potensi distorsi kekuasaan yang berbahaya.
“Undang-undang tentang militer harus dibatasi secara ketat oleh prinsip konstitusi dan supremasi sipil,” tegas Rinto.
Ia menegaskan, fungsi negara bukan membesarkan dominasi militer dalam urusan sipil, tapi melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara adil.
Partai X meyakini bahwa supremasi sipil adalah pondasi utama negara demokratis yang menjunjung nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
“Jika aparat bersenjata dibiarkan masuk ke ranah sipil, maka semangat demokrasi akan dipaksa mundur,” ujar Rinto. Partai X menyerukan agar UU TNI direvisi kembali dengan memastikan batas peran militer tetap di ranah pertahanan negara.
Solusi Partai X: Kembalikan Peran TNI Sesuai Konstitusi dan Reformasi 1998
Partai X menawarkan enam solusi konkret:
- Revisi UU TNI untuk mempertegas larangan jabatan sipil bagi prajurit aktif.
- Pembatasan operasional militer dalam urusan non-perang dan non-bencana.
- Penguatan Komnas HAM dan pengadilan militer agar selaras dengan hukum sipil.
- Audit independen atas semua kerja sama sipil-militer lintas sektor.
- Pendidikan konstitusional wajib bagi semua perwira tinggi.
- Pemisahan fungsi keamanan internal antara Polri dan TNI secara ketat.
Partai X melalui Sekolah Negarawan melatih generasi pemimpin agar memahami perbedaan mendasar antara kekuasaan sipil dan struktur militer. Di sekolah ini, nilai demokrasi, hak sipil, dan supremasi hukum dijadikan fondasi utama dalam membentuk kepemimpinan yang konstitusional.
“Negara demokratis tak bisa dibangun dari bayonet. Ia dibangun dari pikiran jernih dan hukum yang adil,” tegas Rinto.
Partai X mengingatkan bahwa uji formil di MK bukan akhir dari perjuangan. Revisi UU TNI harus berpihak pada prinsip demokrasi.