beritax.id — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menyatakan bahwa lembaga antirasuah telah menerima pengembalian uang hampir Rp100 miliar terkait kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Namun, Setyo belum merinci pihak-pihak yang mengembalikan dana tersebut. “Secara keseluruhan, ratusan miliar belum, tapi mendekati Rp100 miliar ada,” ujarnya di Kementerian Hukum, Jakarta.
KPK juga menegaskan bahwa proses penyidikan terus berjalan untuk menelusuri aset-aset yang terkait kasus ini. Dalam perkara tersebut, lembaga antirasuah menduga telah terjadi penyimpangan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan haji yang diberikan Arab Saudi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, seharusnya kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen dan kuota khusus hanya 8 persen, tetapi pembagiannya justru dibuat setara 50:50. Akibat pelanggaran aturan tersebut, KPK menaksir kerugian negara mencapai Rp1 triliun.
Kasus Kuota Haji: Cermin Bobroknya Pengelolaan Ibadah Publik
Partai X menilai kasus korupsi kuota haji menunjukkan betapa rapuhnya tata kelola pelayanan publik yang seharusnya suci dari kepentingan pribadi. Ibadah haji adalah kewajiban spiritual, tetapi telah dijadikan ruang transaksi dan penyimpangan birokrasi. Pengembalian uang Rp100 miliar bukan akhir keadilan, melainkan bukti betapa lemahnya pengawasan internal lembaga negara.
Partai X menegaskan bahwa korupsi di sektor keagamaan adalah bentuk pengkhianatan moral terhadap rakyat dan nilai kemanusiaan. Ketika uang umat dijadikan ladang korupsi, maka negara telah gagal menjaga kehormatan rakyatnya sendiri.
Peringatan Rinto Setiyawan: Negara Harus Kembali ke Tugas Utamanya
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan bahwa tugas negara itu tiga loh, melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ia menegaskan bahwa dalam konteks ibadah haji, ketiga fungsi tersebut seharusnya hadir secara utuh. Negara wajib melindungi jamaah haji dari praktik penyelewengan yang merugikan hak mereka. Negara juga harus melayani umat dengan sistem yang transparan, jujur, dan akuntabel, bukan dengan birokrasi yang berlapis kepentingan. Dan negara harus mengatur penyelenggaraan ibadah secara adil agar kepercayaan rakyat tidak hilang.
“Keadilan jangan berhenti di angka pengembalian uang, tetapi harus sampai pada pemulihan moral birokrasi,” tegas Rinto.
Prinsip Partai X: Pemerintah Bukan Penguasa, Tapi Pelayan Amanah Rakyat
Partai X menegaskan bahwa pemerintah hanyalah bagian kecil dari rakyat yang diberi mandat untuk melayani rakyat secara adil dan jujur. Pemerintah tidak boleh menjadikan amanah publik sebagai sumber kekayaan pribadi. Dalam setiap tindakan kebijakan, negara harus berpihak kepada nilai kemanusiaan dan moral publik, bukan sekadar pencapaian angka dalam laporan keuangan. Kasus korupsi kuota haji adalah bukti bahwa kebijakan tanpa nilai hanya menghasilkan ketidakadilan dan keserakahan. Oleh karena itu, reformasi moral penyelenggara negara harus menjadi prioritas agar pelayanan publik kembali bermakna bagi rakyat.
Solusi Partai X: Bersihkan Birokrasi, Bangun Sistem Integritas Nasional
Partai X menawarkan solusi strategis untuk mencegah korupsi yang menggerogoti institusi pelayanan publik. Pertama, membentuk Dewan Etika Penyelenggaraan Ibadah Publik yang melibatkan unsur masyarakat, ulama, dan akademisi untuk mengawasi kebijakan haji dan umrah. Kedua, memperkuat sistem digitalisasi pendaftaran, kuota, dan keuangan haji agar prosesnya transparan dan bebas manipulasi. Ketiga, menerapkan audit integritas nasional bagi setiap kementerian yang mengelola dana publik berbasis keagamaan. Keempat, memperkuat pendidikan moral aparatur negara melalui Sekolah Negarawan agar setiap pejabat memahami hakikat pelayanan. Kelima, menegakkan hukum tanpa pandang bulu agar keadilan tidak hanya berhenti pada pengembalian uang, tetapi juga pada penegakan tanggung jawab.
Penutup: Keadilan Tidak Bisa Dihitung dengan Uang
Partai X menegaskan bahwa pengembalian uang korupsi bukanlah ukuran keberhasilan penegakan hukum. Keadilan sejati hanya tercapai jika kepercayaan rakyat kepada negara kembali utuh. Negara harus berani menindak setiap pelanggaran moral yang mencoreng amanah publik, terutama dalam hal ibadah yang menyangkut hajat umat. Sebagaimana ditegaskan oleh Partai X, kekuasaan tanpa moral hanyalah jalan menuju kehancuran bangsa. Keadilan bukan soal nominal, tetapi soal keberanian negara untuk berdiri di pihak yang benar dan berpihak pada rakyat.