beritax.id – Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menyebut peristiwa penganiayaan Prada Lucky Chepril Saputra Namo terjadi saat masa pembinaan prajurit. Pernyataan tersebut disampaikan di Mabes AD, Jakarta, Senin, meski kronologi rinci belum dijelaskan. TNI AD memeriksa 20 tersangka, termasuk seorang perwira, untuk menentukan peran mereka dalam penganiayaan yang menewaskan Prada Lucky. Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto menegaskan penyesalan mendalam dan komitmen menindak tegas sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
Partai X: Hak Asasi Tidak Boleh Dikorbankan di Bawah Dalih Pembinaan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan tugas negara hanya tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ia menyebut, dalih pembinaan tidak bisa dijadikan pembenaran pelanggaran hak asasi manusia. “Setiap prajurit adalah warga negara yang hak hidupnya dilindungi konstitusi. Keadilan tidak boleh tunduk pada solidaritas korps,” tegasnya. Menurutnya, kasus ini harus diungkap secara transparan tanpa kompromi terhadap pelanggar hukum.
Partai X berpandangan negara adalah mandat rakyat untuk bekerja demi kepentingan rakyat, bukan melindungi perilaku menyimpang aparat. Pelanggaran hak asasi, terlebih oleh institusi pertahanan, adalah ancaman langsung terhadap kepercayaan publik dan demokrasi. Transparansi proses hukum dan perlindungan saksi menjadi pilar untuk mencegah kasus serupa.
Solusi Partai X: Reformasi Pembinaan dan Penegakan Hukum Militer
Partai X menawarkan solusi konkret: pertama, mereformasi prosedur pembinaan prajurit dengan standar yang menghormati hak asasi manusia. Kedua, membentuk tim investigasi independen melibatkan unsur sipil dan militer untuk memastikan transparansi. Ketiga, memastikan vonis dan sanksi terhadap pelaku diumumkan terbuka untuk efek jera. Keempat, memasukkan pendidikan etika dan hukum humaniter internasional dalam kurikulum pembinaan. Kelima, membangun mekanisme pengaduan rahasia yang dapat diakses prajurit tanpa takut pembalasan.