Korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di anak usaha PT Pertamina (Persero) terus menjadi sorotan publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga terlibat dalam skandal bbm praktik blending Pertalite menjadi Pertamax di depo selama periode 2018-2023. Akibat praktik ini, negara diperkirakan mengalami kerugian fantastis sebesar Rp 193,7 triliun, dan jika terus dibiarkan, potensi kerugian dapat mencapai hampir Rp 1000 triliun. Namun, siapa yang paling dirugikan akibat kasus ini?
Pertamina Menanggung Kerugian Besar
Pengamat energi dari Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, menyebutkan bahwa pihak yang paling dirugikan dalam kasus ini adalah Pertamina sendiri. Sesuai dengan kontrak yang telah disepakati, jika terjadi kebocoran atau penyimpangan dalam tata kelola BBM, maka tanggung jawab penuh berada di tangan Pertamina.
“Jika terjadi kesalahan atau kebocoran di Pertamina, negara tidak akan menanggung akibatnya. Pemerintah telah memberikan penugasan, dan Pertamina wajib memenuhi kontrak tersebut. Dengan demikian, Pertamina adalah pihak yang harus bertanggung jawab atas segala kebocoran akibat kelalaiannya sendiri,” ujar Yayan, Senin (3/3/2025).
Lebih lanjut, Yayan menjelaskan bahwa jika kebocoran yang disebabkan oleh kelalaian tersebut terlalu besar, Pertamina harus mengambil langkah strategis dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Langkah ini bisa berupa aksi korporasi atau kebijakan lain untuk menangani dampak dari dugaan fraud yang terjadi.
Respons Partai X terhadap Skandal Korupsi BBM
Kasus ini juga mendapat perhatian serius dari Partai X. Rinto Setiyawan anggota Majelis Tinggi Partai X, menyatakan bahwa skandal ini bukan sekadar persoalan bisnis, tetapi juga menjadi ancaman terhadap ketahanan energi nasional.
“Kami menilai bahwa praktik korupsi seperti ini harus ditindak tegas. Tidak hanya merugikan negara, tetapi juga berdampak pada masyarakat luas yang harus membayar BBM dengan harga yang tidak seharusnya,” ujar Rinto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Menurut Rinto, Partai X mendesak agar Kejaksaan Agung bertindak transparan dan mengusut tuntas kasus ini. Ia juga menyoroti pentingnya perbaikan sistem tata kelola BBM agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Negara harus berani menindak semua pihak yang terlibat, termasuk oknum-oknum yang bermain di balik layar. Tidak boleh ada kompromi dalam pemberantasan korupsi, apalagi jika jumlah kerugiannya mencapai angka yang sangat fantastis,” tambahnya.
Dampak bagi Masyarakat
Selain merugikan Pertamina, kasus ini juga berpotensi memberikan dampak luas bagi masyarakat. Jika keuangan Pertamina terguncang akibat skandal ini, maka ada kemungkinan harga BBM akan mengalami kenaikan atau subsidi BBM dikurangi. Hal ini tentu akan semakin membebani masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil pasca-pandemi.
Pengamat ekonomi energi, Hadi Pranoto, menilai bahwa skandal ini menjadi bukti lemahnya pengawasan dalam tata kelola energi di Indonesia. Ia menekankan perlunya reformasi menyeluruh agar kasus serupa tidak kembali terjadi di masa depan.
“Kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan akuntabilitas di sektor energi. Tanpa langkah konkret, kita hanya akan melihat pola yang sama terulang kembali,” pungkasnya.