Sengketa Pajak Supar: Ahli Nilai SP2BukPer Cacat Prosedur
Sengketa pajak yang melibatkan Wajib Pajak Orang Pribadi Supar kembali memanas. Ahli hukum pajak, Dr. Alessandro Rey, memaparkan temuan mengejutkan terkait penerbitan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan (SP2BukPer) oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Menurutnya, dokumen tersebut cacat prosedur dan berpotensi tidak sah secara hukum.
Dasar Hukum SP2BukPer yang Dipertanyakan
Dr. Rey menjelaskan, SP2BukPer yang diterbitkan pada 26 Februari 2025 tidak didukung dasar yang semestinya, yakni hasil intelijen (IDLP) atau Berita Acara Penelaahan.
Ia merinci bahwa Surat Perintah Penelitian Lapangan (SP2L) pertama diterbitkan pada 15 Januari 2024, kemudian diperpanjang pada 2 Agustus 2024. Namun, tidak ada tindak lanjut formal yang sah hingga keluarnya SP2BukPer setahun kemudian.
“Secara hukum, SP2BukPer wajib didasarkan pada temuan intelijen yang konkret. Jika dokumen itu tidak pernah ada, maka surat tersebut cacat sejak awal,” tegas Rey.
Dugaan Error in Persona pada Pendelegasian Kuasa
Selain masalah prosedural, Rey juga menyoroti kesalahan penggunaan Surat Kuasa Khusus (SKK) oleh DJP. Dalam perkara ini, Kepala Kanwil DJP memberikan kuasa kepada pegawai tertentu untuk mewakili Dirjen Pajak.
Padahal, sesuai ketentuan delegasi internal pemerintah, pendelegasian semacam itu harus menggunakan Surat Tugas, bukan SKK.
Rey menilai tindakan tersebut sebagai error in persona, karena SKK yang digunakan tidak sah sehingga wakil tergugat kehilangan legal standing.
“Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi kesalahan subjek pemberi kuasa. Dirjen Pajak tidak bisa diwakili oleh SKK yang bukan berasal dari dirinya langsung,” ujar Rey.
Permintaan Bukti dan Implikasi Hukum
Lebih lanjut, Rey meminta majelis hakim memerintahkan DJP untuk menunjukkan dokumen intelijen yang menjadi dasar pemeriksaan bukti permulaan.
Apabila bukti tersebut tidak dapat ditunjukkan, ia menilai majelis memiliki kewenangan penuh untuk membatalkan SP2BukPer, demi menjaga kepastian hukum dan perlindungan hak Wajib Pajak.
Dampak terhadap Tata Kelola Pemeriksaan Pajak
Kasus ini berpotensi menjadi rujukan penting bagi tata kelola pemeriksaan pajak di Indonesia. Persoalan ini tidak hanya menyangkut satu Wajib Pajak, tetapi juga menyentuh aspek integritas prosedur penegakan hukum pajak nasional.
“Yang dipertaruhkan bukan hanya nasib satu Wajib Pajak, tetapi juga kredibilitas DJP sebagai lembaga penegak hukum administrasi pajak,” tutup Rey.



