Surabaya, 10 November 2025 — Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan, Sekolah Negarawan menggelar kegiatan Sinau Kebangsaan: Menyalakan Semangat Kepahlawanan di Pos Bloc Surabaya. Acara yang berlangsung hingga malam hari itu menjadi ruang belajar kritis dan reflektif bagi masyarakat lintas generasi untuk memahami kembali makna kepahlawanan di era modern.
Dalam Term of Reference (TOR) kegiatan, Sinau Kebangsaan dimaksudkan sebagai momentum untuk menggugah keberanian moral, kejujuran, dan tanggung jawab sosial warga negara dalam menghadapi krisis keadilan, ketimpangan, hingga degradasi moral bangsa.
Acara diisi oleh sembilan narasumber dari berbagai latar belakang: adat, budaya, intelektual, aktivis muda, hingga rohaniawan. Masing-masing menyampaikan perspektif yang memperkaya pemahaman tentang negara, kepemimpinan, budaya, dan moral publik.
Berikut rangkuman isi materi lengkap masing-masing narasumber:
Segmen 1 – Negara yang Lupa Rumah Tangga
Tokoh-tokoh seperti Adil Amirullah, Irwan Abdul, dan Dr. Alessandro Rey membahas pentingnya pemimpin sebagai kepala keluarga bangsa yang melindungi dan melayani rakyat. Kedaulatan rakyat, etika kepemimpinan, serta perlunya amandemen kelima UUD 1945 untuk mengembalikan fungsi negara menjadi pokok pembahasan utama
1. Adil Amirullah (Perwakilan Sekolah Negarawan Indonesia)
Tema: Negara sebagai Rumah Besar Rakyat
Adil menegaskan bahwa negara harus dipahami sebagai rumah tangga besar, di mana pemimpin berperan sebagai “kepala keluarga” yang melindungi dan melayani rakyat, bukan menguasai mereka. Ia menyampaikan:
- Kedaulatan rakyat merupakan fondasi kehidupan bernegara.
- Fungsi lembaga negara harus dipulihkan agar kembali menjadi pelayan rakyat, bukan alat kekuasaan.
- Krisis bangsa bukan semata pada sistem, tetapi pada moral pemimpinnya.
- Pemimpin sejati adalah sosok yang melayani dengan cinta, memerintah dengan nurani.
- Negarawan adalah jembatan antara kekuasaan dan kemanusiaan, bukan sekadar pejabat.
2. Irwan Abdul (Kesultanan Ternate, Kaum Adat Istiadat)
Tema: Kearifan Adat sebagai Pondasi Kepemimpinan
Irwan mengajak peserta menengok kembali falsafah adat Kesultanan Ternate:
- Kepemimpinan harus adil, amanah, dan berjiwa pengabdian.
- Rakyat dan pemimpin merupakan satu keluarga besar (fakoi).
- Adat menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan tanggung jawab.
- Analogi negara sebagai rumah tangga adalah nilai adat yang harus kembali dihidupkan.
- Nilai adat sejatinya sudah sejalan dengan sila-sila Pancasila.
3. Dr. Alessandro Rey
Tema: Arah Ketatanegaraan dan Kedaulatan Rakyat
Dr. Rey memberikan legitimasi akademik pada gagasan Sekolah Negarawan:
- Amandemen kelima UUD 1945 merupakan langkah tepat untuk mengembalikan kedaulatan rakyat.
- Draf amandemen Sekolah Negarawan sejalan dengan standar manajemen mutu internasional (ISO 9001:2015).
- Sistem negara harus memastikan kesejahteraan rakyat sebagai indikator utama keberhasilan.
Segmen 2 – Budaya, Adat, dan Kemanusiaan
Budayawan Majid, Syafih Kamil, dan aktivis muda Sanavero menyoroti nilai budaya Jawa dan Nusantara, krisis karakter generasi modern, serta perlunya jembatan pemahaman antara sistem ketatanegaraan dan generasi digital. Kesadaran budaya dianggap sebagai benteng moral bangsa.
4. Majid (Budayawan Malang)
Tema: Budaya sebagai Jiwa Bangsa
Majid mengangkat pentingnya kebudayaan sebagai penopang moral publik:
- Budaya Jawa dan Malang Raya mengajarkan keharmonisan sosial.
- Kesenian adalah alat pendidikan moral yang efektif.
- Krisis karakter bangsa merupakan akibat dari melemahnya budaya keluarga.
- Estetika (keindahan) dan etika (kebaikan) adalah dua sisi yang membentuk identitas bangsa.
- Kebangkitan budaya harus dimulai dari generasi muda.
5. Syafih Kamil (Perwakilan Sekolah Negarawan Eropa)
Tema: Pemimpin Global dan Negarawan Sejati
Syafih membandingkan nilai kepemimpinan Nusantara dan sistem Eropa:
- Pemimpin sejati tidak mengejar kepentingan pribadi.
- Dunia modern menghadapi krisis moral dan integritas kepemimpinan.
- Adat Nusantara dapat disinergikan dengan etika kepemimpinan global.
- Pendidikan karakter adalah fondasi lahirnya negarawan.
6. W. Sanavero (Aktivis Muda, Kaum Intelektual)
Tema: Generasi Digital dan Krisis Pemahaman Negara
Sanavero menyoroti persoalan generasi muda:
- Sistem ketatanegaraan terlalu rumit dan tidak komunikatif bagi anak muda.
- Politik sering dipahami hanya sebagai drama, bukan tanggung jawab warga negara.
- Media sosial menciptakan persepsi salah tentang kekuasaan.
- Ia mengkritik MPR yang kehilangan orientasi rakyat serta eksekutif yang terlalu dominan.
- Solusi: mengenalkan ketatanegaraan melalui seni, film, dan media kreatif.
Segmen 3 – Spiritualitas dan Kebangkitan Moral
Ustad Rosidin, Idris Sudin, dan Guru Gembul memaparkan hubungan antara moral pribadi dan moral sosial, pentingnya akhlak pemimpin, dan revitalisasi tradisi intelektual Nusantara. Nilai-nilai adat, agama, dan kebudayaan dipandang sebagai fondasi negara bermoral
7. Ustad Rosidin (Rohaniawan, Ponpes Al-Hikam)
Tema: Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
Rosidin menegaskan pentingnya akhlak dalam negara:
- Pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah dan rakyat.
- Krisis kepemimpinan adalah krisis akhlak, bukan sekadar krisis sistem.
- Rumah tangga dan negara memiliki prinsip moral yang sama: amanah, adil, dan kasih.
- Agama harus menjadi penyangga moral bangsa.
8. Idris Sudin (Tidore, Kaum Intelektual)
Tema: Tradisi Intelektual Nusantara
Idris mengangkat tradisi hikmah di Tidore:
- Intelektualisme Nusantara sangat berakar pada nilai kebijaksanaan moral.
- Krisis bangsa terjadi karena hilangnya peran intelektual sebagai penuntun arah kebijakan.
- Negara adalah rumah bersama yang membutuhkan hubungan harmonis antara ilmu, kekuasaan, dan nurani.
- Ia mendorong kebangkitan ekosistem intelektual berbasis budaya lokal.
9. Guru Gembul (Youtuber Bidang Edukasi, Kaum Budayawan)
Tema: Kebudayaan dan Generasi Digital
Guru Gembul menyoroti pentingnya pendekatan budaya bagi generasi digital:
- Keluarga adalah mikrokosmos budaya bangsa.
- Krisis karakter anak bangsa mencerminkan dekadensi budaya modern.
- Anak muda harus kembali sadar bahwa rakyat adalah bos dalam negara demokrasi.
- Media digital harus dipakai untuk memperkuat identitas nasional.
Kesimpulan
Acara ditutup dengan penampilan Kiai Kanjeng. Seluruh narasumber sepakat bahwa kepahlawanan masa kini tidak hanya diwujudkan dalam pertempuran fisik, tetapi dalam perjuangan moral, intelektual, dan sosial untuk menjaga kebenaran dan melindungi rakyat.
Sinau Kebangsaan menjadi pengingat bahwa setiap warga negara memiliki peran sebagai pahlawan di bidangnya masing-masing baik melalui pendidikan, budaya, dakwah, aktivisme, atau kerja intelektual.



