beritax.id – Banjir besar yang melanda berbagai wilayah di Sumatra menenggelamkan rumah, lahan, dan harapan. Tetapi ada satu hal lain yang ikut “tenggelam” transparansi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Di tengah kesibukan warga menyelamatkan diri dari arus deras, publik dikejutkan oleh fakta bahwa sejumlah pos APBD tiba-tiba bergeser ke program lain tanpa penjelasan memadai. Perubahan itu terjadi justru ketika rakyat membutuhkan setiap rupiah untuk evakuasi, logistik, dan pemulihan darurat.
Banjir Besar dan Kerusakan Hulu yang Diabaikan
Laporan riset bencana Sumatra menunjukkan bahwa akar persoalan banjir berada pada kerusakan hulu DAS deforestasi, jalan industri, hingga proyek energi yang merusak keseimbangan ekologis. Namun, meski data temuan menunjukkan kerusakan struktural yang membutuhkan penanganan serius, anggaran yang seharusnya digunakan untuk:
- penguatan tebing sungai,
- restorasi hulu,
- pembersihan sedimentasi,
- dan mitigasi berbasis risiko, justru dialihkan ke proyek lain yang tidak terkait langsung dengan keselamatan warga.
Banjir berulang, tapi APBD justru tidak mengarah pada pencegahannya.
Ketika Korban Meningkat, Penanganan Justru Tak Terarah
Riset mencatat lebih dari 600 warga meninggal, ratusan hilang, dan ratusan ribu mengungsi.
Namun, di tengah besarnya korban, laporan anggaran daerah justru menunjukkan sejumlah pengalihan pos yang tidak disertai penjelasan publik.
Akibatnya:
- desa terisolasi selama beberapa hari,
bantuan tidak tersalurkan tepat waktu, - warga terpaksa menjarah makanan karena logistik tak kunjung datang,
- dan pemerintah daerah mengaku “kekurangan dana” untuk evakuasi.
Padahal dana itu ada tetapi sudah pindah ke pos lain.
Minimnya Sorotan, Minimnya Pertanggungjawaban
Laporan riset juga menyoroti minimnya pemberitaan nasional.
Ketika bencana tidak mendapat perhatian nasional, penggunaan APBD pun tidak menjadi sorotan publik.
Kurangnya pengawasan inilah yang membuat shifting anggaran bisa dilakukan tanpa kejelasan:
- pos mitigasi berubah menjadi belanja proyek,
- dana tanggap darurat bergeser ke kegiatan seremonial,
- dan anggaran penguatan lingkungan diganti dengan proyek jangka pendek.
Bencana besar justru membuka ruang bagi praktik-praktik belok anggaran yang sulit dilacak.
Prayogi R. Saputra: “Tugas Negara Tiga: Lindungi, Layani, dan Atur Bukan Alihkan Anggaran Diam-Diam”
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, memberikan tanggapan tegas:
“Negara itu punya tiga tugas: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi ketika rakyat tenggelam dan APBD malah bergeser tanpa penjelasan, jelas negara tidak menjalankan ketiganya.”
Ia menegaskan bahwa anggaran daerah bukan milik pejabat, tetapi uang rakyat yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
“Penanganan bencana tidak bisa sekadar mengandalkan niat baik; harus ada tata kelola. Dan tata kelola tidak mungkin berjalan tanpa transparansi.”
Menurutnya, pemerintah tidak boleh menjadikan bencana sebagai ruang abu-abu bagi penggunaan anggaran.
Solusi: Kembalikan APBD ke Fungsi Utamanya Melindungi Warga
Untuk memastikan APBD tidak lagi bergeser tanpa alasan, Partai X mengajukan langkah-langkah konkret:
- Audit Transparan Pengalihan APBD di Semua Daerah Terdampak
Setiap pergeseran anggaran harus diumumkan ke publik secara terbuka, lengkap dengan alasan dan dampaknya. - Dana Mitigasi Bencana Tidak Boleh Alih-Fungsi
APBD untuk pencegahan banjir dan penguatan hulu harus dikunci agar tidak bisa dipindahkan ke program lain. - Evaluasi Total Perencanaan Anggaran Daerah di Zona Rawan
Daerah rawan bencana wajib menyusun APBD berbasis risiko, bukan berbasis proyek. - Penetapan Status Bencana Nasional untuk bencana ekologis besar
Agar pemerintah pusat dapat turun tangan langsung dan memastikan penggunaan anggaran tidak disalahgunakan daerah. - Transparansi Real-Time APBD
Masyarakat harus dapat memantau perubahan anggaran melalui dashboard publik yang mudah diakses. - Prioritaskan Restorasi Hulu DAS dalam APBD Tahunan. Alokasi khusus untuk pemulihan lingkungan tidak boleh menjadi pos yang bisa dipotong atau dipindahkan.
Penutup: Rakyat Tak Butuh Alasan, Mereka Butuh Negara yang Hadir
Ketika rakyat tenggelam, mereka tidak membutuhkan justifikasi atau konferensi pers panjang. Yang mereka butuhkan adalah negara yang hadir, anggaran yang tepat sasaran, dan kebijakan yang berpihak pada keselamatan hidup mereka.
Selama APBD terus bergeser tanpa penjelasan, selama itu pula bencana akan terasa lebih menyakitkan daripada yang seharusnya. Negara harus memilih melindungi rakyat, atau melanggengkan pola lama yang merugikan mereka.



