beritax.id – Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyatakan bahwa draf revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) akan rampung akhir Juni. RUU ini masuk urutan ke-13 dalam Prolegnas Prioritas 2025–2029 dan akan segera dikonsultasikan secara publik.
Ia menjelaskan revisi ini akan menyatukan regulasi pendidikan yang tersebar agar lebih terstruktur dan tidak tumpang tindih. Isu utama yang dibahas meliputi pemerataan akses pendidikan, kesejahteraan guru, kurikulum nasional, dan desentralisasi perguruan tinggi.
Hetifah menambahkan, banyak keluhan dari publik terhadap kurikulum yang dinilai terlalu padat, tidak relevan, dan tidak fleksibel. Ia menyoroti kesenjangan mutu antara sekolah unggulan dan sekolah di pinggiran, terutama sekolah swasta yang tertinggal jauh.
Ia juga mengakui Kurikulum Merdeka belum diterapkan secara merata karena keterbatasan sumber daya. Bahkan, pelaksanaan kurikulum kerap membebani guru dan siswa sehingga menghambat proses belajar yang efektif.
Partai X: Jangan Revisi Undang-Undang Jika Hanya untuk Legalkan Titipan Kepentingan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyambut revisi UU Sisdiknas dengan sikap kritis. Menurutnya, revisi tidak boleh menjadi alat legitimasi pasal pesanan dari kelompok kepentingan tertentu.
“Kalau hanya untuk menyusun pasal titipan, lebih baik undang-undang lama direvisi secara substansi, bukan prosedural,” tegas Rinto. Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat secara adil.
Partai X menegaskan bahwa pendidikan adalah hak dasar, bukan objek transaksi kekuasaan atau proyek birokrasi.
Pemerintah sebagai pelaksana amanat rakyat harus memastikan pendidikan inklusif, fleksibel, dan berorientasi pada keadilan sosial.
Sistem pendidikan tidak boleh didesain hanya untuk memenuhi logika pasar atau ambisi jangka pendek. Negara wajib menjamin kesetaraan akses dan kualitas pendidikan di seluruh pelosok negeri.
Solusi Partai X: Audit Kurikulum, Revisi Struktural, dan Inklusi Pendidikan Politik
Partai X mendorong audit total terhadap kurikulum nasional untuk memastikan keterkaitannya dengan kebutuhan sosial-budaya dan ekonomi lokal. Revisi UU Sisdiknas harus dilakukan secara terbuka, berbasis kajian publik, bukan hanya agenda pejabat.
Partai X juga menegaskan pentingnya memasukkan pendidikan politik ke dalam sistem pendidikan dasar. Ini sejalan dengan upaya menciptakan warga negara yang sadar hak dan tanggung jawabnya dalam demokrasi.
X-Institute melalui Sekolah Negarawan mendorong lahirnya pemimpin dan guru yang bukan hanya mengajar, tetapi membina karakter kebangsaan. Sekolah Negarawan mengajarkan bahwa pendidikan bukan sekadar soal angka kelulusan, tapi soal membentuk manusia merdeka.
Negara membutuhkan pendidik yang paham bahwa transformasi pendidikan dimulai dari integritas dan kepekaan sosial. Guru dan pengelola pendidikan harus menjadi teladan dalam mewujudkan pendidikan yang adil dan bermartabat.
Kesimpulan: Jangan Revisi UU Pendidikan Jika Rakyat Tak Dilibatkan Sejak Awal
Partai X menolak percepatan revisi UU Sisdiknas jika dilakukan tanpa partisipasi publik yang bermakna. Pemerintah dan DPR wajib melibatkan rakyat, guru, siswa, dan organisasi pendidikan dalam setiap tahap penyusunan.
Undang-undang pendidikan bukan sekadar teks legal. Ia adalah arah masa depan bangsa. Jangan sahkan pasal-pasal pesanan jika ingin pendidikan benar-benar menjadi alat kemajuan nasional. Wujudkan pendidikan untuk keadilan dan keberadaban, bukan demi kepentingan kelompok semata.