beritax.id – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang digagas sejak 2008 kembali gagal masuk prioritas legislasi 2025. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut DPR akan ambil alih inisiatif tersebut. Padahal, RUU itu dibutuhkan untuk menyita kekayaan hasil kejahatan, bahkan tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
RUU ini sudah melewati tiga masa pemerintahan dan tetap saja tertunda. Presiden Prabowo Subianto sempat mengangkatnya dalam kampanye. Namun hingga kini, pembahasan di parlemen masih diulur. Bahkan Ketua DPR Puan Maharani menyatakan tidak ingin tergesa membahasnya. RUU ini sempat ditolak masuk Prolegnas Prioritas sejak 2021, dianggap sebagai ‘barang panas’ oleh fraksi-fraksi.
Kritik Tajam Partai X atas Ketakutan Kekuasaan
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, mempertanyakan siapa sebenarnya yang takut jika RUU ini disahkan. Menurutnya, jika pemerintah dan DPR betul-betul berpihak pada rakyat, RUU ini seharusnya sudah menjadi undang-undang sejak dulu.
Prayogi menegaskan bahwa tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ia menduga lamanya pengesahan bukan karena kendala teknis, tetapi karena ada kekuatan besar yang ketakutan hartanya akan dirampas.
Menurutnya, pembahasan RUU Perampasan Aset yang selalu dikaitkan dengan kepentingan kekuasaan menunjukkan adanya ketidaksiapan penguasa untuk menghadapi keadilan yang sesungguhnya.
Bagi Partai X, negara adalah entitas yang memiliki wilayah, rakyat, dan pemerintah. Ketiganya wajib menjalankan kewenangannya secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan dan kesejahteraan.
Sementara pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi amanah. Maka amanah itu harus digunakan bukan untuk melindungi penguasa dari hukum, tetapi untuk memastikan negara berjalan berdasarkan prinsip keadilan dan kedaulatan hukum.
Solusi Partai X untuk Bangun Kepercayaan Publik
Partai X mengusulkan langkah konkret sebagai solusi atas kemacetan legislasi ini. Pertama, bentuk Dewan Rakyat Independen yang mengawal legislasi antikorupsi, termasuk RUU Perampasan Aset. Dewan ini harus beranggotakan tokoh masyarakat sipil, akademisi, dan korban kejahatan ekonomi.
Kedua, buka seluruh proses legislasi kepada publik melalui siaran langsung dan forum terbuka. Tidak boleh ada satu pun pasal yang dibahas secara tertutup.
Ketiga, wujudkan audit kekayaan pejabat dan partai secara berkala dan publik. Jika RUU ini tak juga disahkan, rakyat berhak tahu siapa yang menolaknya dan kenapa.
Partai X menegaskan bahwa demokrasi sejati tidak boleh takut pada keadilan. RUU Perampasan Aset adalah instrumen untuk membangun negara hukum, bukan senjata penguasa.
Jika DPR dan pemerintah sungguh berpihak kepada rakyat, seharusnya mereka mempercepat, bukan memperlambat, pengesahan RUU ini. Menunda adalah bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita keadilan.