beritax.id – Indonesia tidak kekurangan sumber daya, tidak kekurangan regulasi, tidak kekurangan program. Yang kurang justru sesuatu yang paling fundamental: mentalitas. Banyak kebijakan gagal bukan karena sistemnya tidak ada, tetapi karena mental mereka yang menjalankan sistem tidak memiliki orientasi yang benar. Revolusi sejati bukan dimulai dari pergantian pejabat, pembentukan lembaga baru, atau penyusunan program monumental. Revolusi itu dimulai dari perubahan cara berpikir: bagaimana pejabat memahami kekuasaan, bagaimana rakyat memahami kedaulatan, dan bagaimana negara memahami tugasnya.
Tanpa revolusi mental, perubahan struktural hanya akan mengulang kegagalan.
Mentalitas Pejabat Menentukan Masa Depan Negara
Masalah terbesar dalam tata kelola pemerintahan adalah ketika kewenangan dijalankan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan pribadi—bukan amanah untuk menyejahterakan rakyat. Mentalitas seperti ini membuat pejabat sulit diatur, sulit diawasi, dan sulit tunduk pada hukum.
Ketika pejabat merasa dirinya pemilik negara, bukan pelayan rakyat, maka lahirlah budaya penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan manipulasi kebijakan. Inilah indikator bahwa bangsa membutuhkan revolusi mental, bukan sekadar reformasi birokrasi.
Rakyat Pemilik Kedaulatan, Pejabat Hanya Pelaksana Mandat
Fondasi negara modern menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Rakyat adalah sumber legitimasi tertinggi. Pejabat hanyalah pelaksana tugas, operator sementara yang bekerja atas mandat rakyat.
Namun tanpa revolusi mental, relasi ini sering terbalik: pejabat merasa berada di atas rakyat, bukan di bawah mereka. Rakyat dianggap objek, bukan subjek. Kritik dianggap ancaman, bukan koreksi. Mekanisme pengawasan dianggap mengganggu, bukan memperbaiki.
Revolusi mental mengajarkan satu hal: pejabat tidak memiliki hak istimewa apa pun mereka hanya menjalankan titipan tugas.
Kesalahan Utama: Pemerintah Dianggap sebagai Negara
Salah satu mentalitas yang paling merusak adalah keyakinan bahwa pemerintah adalah negara itu sendiri. Ketika mentalitas ini tumbuh, pejabat mempersonalisasi negara, mengatur seolah mereka yang memiliki. Hasilnya adalah kekuasaan yang sulit dikontrol dan sistem yang mudah diselewengkan.
Negara terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah. Pemerintah hanyalah salah satu unsur bukan keseluruhan. Tanpa perubahan mentalitas ini, tidak ada reformasi yang akan berjalan.
Revolusi mental mengembalikan pemahaman ini: negara tidak boleh diserahkan kepada ego kekuasaan.
Revolusi mental bukan sekadar perubahan perilaku, tetapi juga pemurnian kembali nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman tindakan. Selama ini, Pancasila sering diposisikan sebagai simbol seremonial. Padahal sila-silanya memuat panduan moral yang seharusnya hadir dalam seluruh kebijakan dan perilaku penguasa. Tanpa mentalitas yang kembali ke Pancasila, sistem apa pun akan gagal.
Bangsa Besar Dibangun oleh Mentalitas Negarawan, Bukan Mentalitas Pejabat
Peradaban besar tidak lahir dari teknokrasi semata, tetapi dari karakter mereka yang menjalankan negara. Negarawan adalah mereka yang memahami ilmu kenegaraan, moralitas publik, dan tanggung jawab sejarah. Tanpa karakter ini, jabatan setinggi apa pun hanya melahirkan tindakan dangkal.
Negara membutuhkan revolusi mental untuk membentuk generasi pemimpin yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana.
Sistem yang Baik Tidak Akan Berfungsi Jika Diisi Mentalitas yang Salah
Banyak negara hancur bukan karena kekurangan aturan, tetapi karena aturan tidak dijalankan oleh mental yang benar. Revolusi mental berarti memutus kebiasaan lama: budaya impunitas, budaya transaksional, budaya yang mengutamakan kepentingan pribadi.
Tidak ada transformasi struktural yang berhasil tanpa transformasi mental.
Solusi untuk Memulai Revolusi Mental Indonesia
Perubahan mentalitas membutuhkan perubahan sistem yang mendukungnya. Prinsip dan solusi dalam lampiran memberikan fondasi untuk revolusi mental berbasis tata kelola negara:
- Musyawarah Kenegarawanan Nasional. Ruang bagi para intelektual, tokoh agama, militer, dan budaya untuk menyatukan visi moral bangsa.
- Amandemen konstitusi untuk mengembalikan kedaulatan rakyat. Agar mentalitas penguasa kembali tunduk pada kehendak rakyat.
- Pemisahan tegas antara negara dan pemerintah. Agar pejabat tidak merasa menjadi pemilik negara.
- Reformasi hukum berbasis kepakaran. Hukum yang independen membentuk mentalitas yang patuh pada aturan.
- Transformasi birokrasi digital. Transparansi mengikis budaya manipulasi.
- Pemurnian Pancasila sebagai pedoman operasional. Nilai moral harus dihidupkan kembali dalam setiap kebijakan.
- Pendidikan moral dan bagi generasi muda. Revolusi mental dimulai dari sekolah bukan dari pidato.
- Media milik negara sebagai saluran pendidikan publik. Membentuk karakter bangsa membutuhkan penyebaran nilai secara konsisten.
Revolusi Mental Adalah Awal dari Revolusi Indonesia
Perubahan struktural tanpa revolusi mental hanya akan menciptakan ilusi perbaikan. Peradaban bangsa dibangun oleh manusia yang menjalankan nilai, bukan hanya oleh sistem yang tertulis.
Jika mentalitas berubah, bangsa akan berubah.
Jika mentalitas lurus, kebijakan akan lurus.
Dan jika mentalitas terdidik, negara akan maju.
Revolusi Indonesia tidak dimulai dari gedung pemerintahan. Revolusi Indonesia dimulai dari revolusi mental.



