beritax.id – Di berbagai daerah, rakyat mengeluh bahwa hidup semakin susah. Harga pangan naik, biaya pendidikan menekan, layanan kesehatan tidak terjangkau, dan kesempatan kerja menyempit. Namun alih-alih menghadirkan kebijakan konkret, pemerintah justru sibuk menjelaskan, merasionalisasi, dan membela diri. Narasi keberhasilan terus disampaikan, padahal kenyataan di lapangan menunjukkan arah yang berbeda. Semakin rakyat tertekan, semakin sibuk pemerintah mencari kalimat pembenaran.
Ketika harga sembako naik, alasan yang muncul adalah kondisi global. Ketika infrastruktur dasar memburuk, alasan yang diberikan adalah cuaca ekstrem. Dan ketika layanan publik tidak berjalan, alasan yang diajukan adalah birokrasi daerah. Seolah-olah semua persoalan berasal dari faktor luar, bukan dari kelemahan manajemen dan buruknya prioritas kebijakan. Rakyat membutuhkan jawaban berupa tindakan, bukan pembelaan panjang yang tidak mengubah keadaan.
Pelayanan Publik Menurun, Tapi Pemerintah Terlihat Tenang
Banyak pelayanan publik menurun kualitasnya. Waktu tunggu kesehatan makin lama, akses pendidikan tetap tidak merata, transportasi umum tidak berfungsi optimal, dan berbagai sistem administrasi justru menambah beban masyarakat. Namun dalam berbagai pernyataan publik, pemerintah lebih sering mengatakan “situasi terkendali” daripada mengakui persoalan yang terjadi.
Ketika pemerintah menolak melihat kenyataan, rakyat kehilangan harapan akan perubahan.
Beban ekonomi rakyat terus meninggi, sementara pendapatan tetap sama. UMKM sulit berkembang, biaya hidup naik tak terkendali, dan lapangan pekerjaan berkualitas semakin langka. Namun pemerintah cenderung menampilkan grafik optimis alih-alih bekerja menurunkan beban rakyat. Pembelaan demi pembelaan justru menunjukkan ketidakmampuan membaca realitas sosial secara jujur. Ekonomi rakyat tidak bisa diperbaiki dengan retorika.
Ketidakseriusan Menangani Akar Masalah Membuat Rakyat Jatuh Terus ke Jurang yang Sama
Masalah yang sama berulang dari tahun ke tahun: pangan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan harga kebutuhan dasar. Namun solusi jangka panjang jarang menjadi prioritas. Kebijakan lebih diarahkan untuk meredam kritik ketimbang mengatasi persoalan. Akhirnya, rakyat merasa bahwa mereka dibiarkan tenggelam dalam kesulitan yang terus diwariskan. Jika akar masalah tidak disentuh, penderitaan rakyat hanya akan diperpanjang.
Solusi: Pemerintah Harus Berhenti Membela Diri dan Mulai Mendengar Rakyat
Perubahan hanya dapat dimulai ketika pemerintah memilih merespons, bukan berkilah. Negara perlu melakukan evaluasi terbuka terhadap kebijakan yang tidak efektif dan memperbaikinya berdasarkan data serta suara masyarakat. Prioritas anggaran harus dipindahkan dari proyek-proyek seremonial ke layanan dasar yang langsung menyentuh rakyat. Harga kebutuhan pokok harus distabilkan melalui sistem logistik yang kuat, pengawasan pasar yang tegas, dan pemberdayaan produsen lokal. Pelayanan publik harus direformasi agar cepat, mudah, dan akuntabel. Selain itu, pemerintah wajib memperluas perlindungan sosial bagi kelompok rentan bukan untuk pencitraan, tetapi untuk menjaga martabat hidup rakyat. Solusi nyata hanya lahir dari keberanian pemerintah mengakui kekurangan dan memperbaiki diri.
Kesimpulan: Rakyat Butuh Tindakan, Bukan Pembelaan
Rakyat tidak sedang mencari siapa yang salah, tetapi siapa yang bertindak.
Mereka menginginkan negara hadir, mendengar, dan bergerak. Selama pemerintah sibuk membela diri, rakyat akan terus memikul beban berat kehidupan. Negara baru akan maju jika pemerintah berhenti berbicara, dan mulai bekerja.



