beritax.id – Di tengah meningkatnya tekanan ekonomi, krisis lingkungan, dan berbagai persoalan sosial, suara rakyat kian dipenuhi data lapangan dan pengalaman nyata. Namun, respons pemerintah justru kerap hadir dalam bentuk narasi normatif, klaim keberhasilan, dan statistik makro yang tidak selalu selaras dengan kenyataan yang dialami warga.
Kesenjangan antara fakta yang dirasakan rakyat dan narasi yang disampaikan pemerintah semakin lebar, memunculkan krisis kepercayaan publik yang serius.
Fakta Lapangan Berhadapan dengan Klaim di Atas Kertas
Di berbagai daerah, warga menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok, kehilangan ruang hidup akibat proyek besar, serta akses layanan publik yang tersendat. Fakta-fakta ini disuarakan melalui laporan warga, media, dan aksi protes.
Namun, alih-alih menjawab substansi persoalan, pemerintah kerap menampilkan narasi optimistis: pertumbuhan ekonomi stabil, pembangunan berjalan, dan situasi disebut terkendali. Ketika fakta tidak dijawab dengan kebijakan konkret, narasi berubah menjadi alat penyangkalan.
Narasi sebagai Pengganti Kebijakan Nyata
Narasi seharusnya menjadi penjelasan atas kebijakan, bukan pengganti kebijakan itu sendiri. Sayangnya, publik semakin sering melihat persoalan riil dijawab dengan slogan, pencitraan, dan pemilihan data yang selektif.
Akibatnya, rakyat merasa tidak didengar, sementara negara terkesan lebih sibuk menjaga citra daripada menyelesaikan masalah.
Ketika rakyat berbicara dengan fakta dan pemerintah menjawab dengan narasi, yang muncul adalah jarak emosional dan kekuasaan. Kepercayaan publik menurun, partisipasi melemah, dan demokrasi kehilangan maknanya.
Negara yang tidak mau mendengar fakta rakyat berisiko kehilangan legitimasi moral dalam menjalankan kekuasaan.
Tanggapan Partai X: Negara Wajib Menjawab Fakta, Bukan Menghindar
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa negara tidak boleh menutup mata terhadap realitas yang dihadapi rakyat.
“Tugas negara itu ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketiga tugas itu hanya bisa dijalankan jika negara mau mendengar fakta, bukan sekadar membangun narasi,” tegas Rinto.
Ia menilai bahwa narasi tanpa keberpihakan pada realitas rakyat justru memperdalam krisis kepercayaan.
Rinto menambahkan, pemerintah semestinya turun langsung ke lapangan, menjadikan keluhan rakyat sebagai dasar kebijakan, dan berhenti menyederhanakan persoalan kompleks dengan jawaban normatif.
Negara yang kuat bukan negara yang pandai berbicara, melainkan negara yang mampu menyelesaikan masalah.
Solusi dan Rekomendasi
Sebagai langkah perbaikan, Partai X mendorong:
- Menjadikan fakta lapangan sebagai dasar utama perumusan kebijakan
- Membuka ruang dialog publik yang jujur dan setara
- Menghentikan praktik narasi sepihak yang menutupi persoalan riil
- Memperkuat mekanisme pengaduan rakyat yang ditindaklanjuti secara nyata
- Mengukur keberhasilan kebijakan dari dampaknya bagi rakyat, bukan dari citra penguasa
Partai X menegaskan, negara tidak boleh bersembunyi di balik narasi ketika rakyat datang membawa fakta. Demokrasi hanya hidup jika suara rakyat dijawab dengan tindakan nyata, bukan sekadar kata-kata.



